Mohon tunggu...
KOMENTAR
Analisis

Ketika PAN dan Demokrat Tersandera di Koalisi Indonesia Maju

11 Agustus 2024   08:37 Diperbarui: 11 Agustus 2024   08:40 26 0
Ada fenomena menarik dengan kemunculan gejala politik bendung asal bukan PDIP dan Anies Baswedan kian nyata terjadi. Super body kekuatan qoib betul-betul menjadi ancaman bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Diprediksikan jika sebuah peristiwa politik paling kejam dan barbar bakal terjadi kedua kalinya paska Pilpres 2024.

 Namun demikian, proses jegal menjegal terjadi pula dilingkaran Koalisi Indonesia Maju. Inilah yang menjadikan ajang demokrasi langsung ini semakin berlumuran luka dan juga mengalami proses buntu , gagal menuju seleksi para pemimpin yang tidak  cacat legacy politiknya. Pada akhirnya kepentingan politik dan hegemoni politik menjadi supremasi pencapaian politik yang utama.

Pilkada dan Dominasi 4 Parpol

Mengamati konfigurasi politik di Pillkada khususnya di Pulau Jawa, secara parsial kekuatan politik besar didominasi oleh 4 partai politik yakni PDIP, Golkar, PKB dan Gerindra. Setidaknya 4 parpol tersebut mendominasi kekuatan di politik lokal pada pileg 2024 kemarin. Oleh karenanya sangat logis parpol tersebut saling bermain dan berebut menuju kemenangan para calonnya menuju kontestasi Pilkada 2024 nanti.

Sementara kekuatan Poros Koalisi Parpol akan didominasi oleh Koalisi Indonesia Maju yang beranggotakan 4 parpol parlemen yakni PAN, Golkar, Demokrat dan Gerindra. Poros ini berkomitmen melanjutkan kemenagan Pilkada di seluruh Indonesia. Mereka telah sukses mengantarkan Pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Dua Koalisi Parpol pengusung Pilpres Anies-Cak Imin serta Ganjar-Mahnud keburu bubar dan bercerai berai sehingga tidak mampu lagi mendukung dan berkoalisi dalam kontestasi Pilkada.

Golkar dan Gerindra Dominan

Area kontestasi Pilkada Jabar dan DKI sudah terjadi polarisasi politik. Pada kenyataanya, Golkar dan Gerindra menjadi pihak yang sedang panen kandidat dan mereka saat ini sedang bersinar benderang. Hegemoni kekuatan politik Partai Golkar dan Partai Gerindra pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten serta DKI tidak bisa dibendung partai politik (parpol) lain yang ada di Koalisi Indonesia Maju (KIM), seperti Partai Amanat Nasional (PAN) maupun Demokrat. Sayangnya PKS yang moncer sebagai bagian pemenang pemilu legislatif tidak mampu menggerek calonnya head to head melawan kandidat dari Golkar atau Gerindra.

PAN dan Demokrat Tersingkir

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dikabarkan telah menugaskan pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka alias Babah Alun untuk mendampingi Dedi Mulyadi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar.
Keputusan dan langkah Golkar membuat PAN gagal mengantarkan kader-kader terbaiknya, yakni Desy Ratnasari dan Bima Arya untuk bertarung di gelanggang Pilkada.

Padahal menurutnya, popularitas dan elektabilitas kedua kader PAN tersebut cukup tinggi dan teruji kemampuannya sebagai pemimpin daerah maupun pimpinan partai di Jawa Barat. Di Jabar PAN gigit jari, pastinya Bima Arya dan Desy kecewa tidak bisa ikut kontestasi Pilkada Jabar.

Memungkinkan peluang Bima Arya masih terbuka jika diduetkan dengan politisi PDIP, Ono Surono atau Ilham Habibie yang diusung Partai Nasdem.

Peluangnya masih ada, apakah Bima Arya akan diduetkan dengan cagub partai lain yaitu PDIP atau Nasdem, tergantung pertimbangan dan kebijakan partai.

 PAN dan Demokrat yang tergabung di KIM tersandera dengan intervensi dari partai besar seperti Golkar dan Gerindra. Padahal peta politik Pilkada, baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota berbeda dengan Pilpres. Elektoral kandidat dan juga partai di masing-masing daerah-daerah sangat variatif dan disitulah peluang kandidat dari Demokrat dan juga PAN masih ada.

Kesimpulan

Bisa diambil benang merahnya ternyata bukan hanya kerugian politik diarahkan ke Anies Baswedan dan juga Kader PDIP, di internal Koalisi Indonesia Maju ( KIM) terjadi pemangkasan politik khususnya bagi kader Demokrat dan PAN.  Dengan banyaknya kader Gerindra dan Golkar maju di Pilkada menunjukkan bahwa kedua partai PAN dan Demokrat hanya berfungsi sebagai partai marginal atau partai stempel pengusung para kandidat Golkar dan Gerindra.

Sekarang publik menunggu sikap PAN dan Demokrat, apakah pada pilkada di Jawa Barat atau wilayah lainnya akan mengusung kader-kader terbaiknya ikut kontestasi Pilkada? Apakah mereka pada akhirnya hanya menjadi korban politik dilingkaran Koalisi Indonesia Maju?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun