Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Catatan yang Tertinggal dari Sudut Kota Amsterdam

4 Februari 2014   01:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 413 5

Setelah selesai mengikuti acara di Naarden, yaitu sebuah kota kecil di bagian Noord Holland, kami tidak langsung pulang ke Den Haag. Kami ingin memanfaatkan sore itu untuk menyusuri kota Amsterdam. Ya, Amsterdam memang merupakan kota yang menawarkan suasana eksotik dengan bangunan khas yang klasik. Puluhan kanal yang membelah kota ini membuat setiap sudut jalan terlihat indah. Dari lokasi Naarden yang menurut saya sangat terpencil kami naik bus menuju ke stasiun. Bagaimana tidak terpencil, dari depan NH Naarden yaitu hotel tempat acara berlangsung kami lihat kawanan sapi yang sedang merumput. Waduh, ini adalah suatu pemandangan yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Ketika menunggu bus pun kami cukup was-was, karena jalanan begitu sepi dan jarang sekali kendaraan yang lewat. Di sepanjang perjalanan singkat ke stasiun itu, mata ini mengamati beberapa penumpang dan pemandangan di tepi jalan yang begitu sepi. Penumpang di depan saya adalah seorang pemuda Belanda yang sedang asyik melinting rokok, dari kertas lintingan diisi tembakau, kemudian disimpannya kembali. Dalam hati saya hanya berkata, “Duh, hari gini masih ada juga ya di Belanda yang melinting rokok, kayak kebiasaan kakek-kakek di desa”. He he he.

Untuk menuju ke Amsterdam Centraal, kami menaiki kereta api dengan melewati Bussum. Di stasiun ini sangat ramai, segera kami keluar dari hiruk pikuk para penumpang. Ternyata di luar masih sedikit gerimis. Meskipun hujan, kami susuri jalanan untuk menuju ke Dam Square, untuk melihat-lihat dan sekalian mencari makanan. Dam Square merupakan town square di Amsterdam, terletak lumayan dekat dengan stasiun Amsterdam Centraal. Lokasi ini bisa dicapai dengan berjalan kaki kurang lebih 10 menit dari stasiun kereta Amsterdam. Karena lapar kami mampir sebentar membeli kentang goreng, porsi small kentang goreng disini lebih besar daripada porsi large di KFC atau McD di Indonesia.

Sayang sekali hujan mulai agak deras, ketika kami tiba di depan Museum Madame Tussaud, yaitu museum lilin merupakan cabang darikota London. Tepat di depan museum ini sebenarnya seperti area terbuka yang cukup luas. Tapi sayang saat itu kondisi hujan dan angin cukup kencang. Dan payungpun mulai terkoyak nggak karuan. Dari tempat ini kami bisa melihat National Monument dari kejauhan sambil berlindung di bangunan tua yang berderet di situ. National Monument adalah tugu peringatan untuk mengenang Perang Dunia II, dibangun pada tahun 1956.

Berhubung hujan yang semakin deras, mau tidak mau kami mencari tempat untuk berlindung. Kami terus saja berjalan, sampai akhirnya tiba di sebuah mall. Akhirnya masuk sajalah, daripada kehujanan di luar. Shopping mall ini bernama Magna Plaza. Yah lumayan sekedar window shopping saja, daripada basah dan kedinginan di luar. Ada beberapa fashion dengan brand terkenal di lantai 3, termasuk brand Mango. Namun kami hanya melihat-lihat saja. Ada juga beberapa kios yang menjual keju, yang menggiurkan untuk dicicipi. Setelah hujan agak reda dan tinggal rintik-rintik, akhirnya kami keluar dan melanjutkan perjalanan.

Kami menyusuri Kalverstraat. Kalverstraat itu sendiri adalah jalan pedestrian yg berisikan toko-toko yang sebagian menjual barang fashion dan ada juga toko-toko souvenir khas belanda, toko coklat, tempat makan, dll. Sesekali kami berhenti untuk melihat-lihat. Akhirnya dapatlah beberapa souvenir kecil, juga payung seharga 5 euro dan mantel 2 euro, tapi plastiknya tipis kayak kantong kresek. Sepertinya kalau cuman pake payung tetep aja basah, karena angin yang bertiup cukup kencang, makanya perlu mantel hujan. Di jalanan malahan banyak orang yang hanya memakai mantel saja dan tidak berpayung.

Sebenarnya di kawasan ini sudah dekat dengan kawasan yang dinamakan red light district. Untuk menuju ke kawasan red light di Amsterdam ini sebenarnya relatif tidak sulit. Lokasinya di selatan stasiun Amsterdam Centraal dan di sebelah timur Damrak street. Keluar dari stasiun ke arah kiri, lalu menyeberang dan susuri jalan Damrak. Jalan ini terdapat kanal di sebelah kiri, susuri hingga menemukan belokan ke kiri. Nah mulai dari sini ikuti saja keramaian orang di sini hingga jalan Zeedijk. Walaupun namanya red light district sepertinya cukup mengerikan dan kalau di kota lain area seperti ini biasanya malah dijauhi orang. Red light district di Amsterdam justru menjadi salah satu ikon dan menjadi tujuan utama para wisatawan. Prostitusi yang diharamkan di banyak negara justru legal di negara Belanda.

Namun kami tidak sempat menyusuri jalanan di kawasan itu. Hanya saja kami melewati sex museum. He he he, ngga berani masuk nih, meskipun sebenarnya penasaran isinya apaan. Di red light district konon para wanita dijejer dalam kotak-kotak bergorden merah. Bila gorden terbuka, berarti perempuan tersebut available. Bila tertutup, berarti sedang ada transaksi. Di kotak itu berdiri para perempuan yang berpakaian minim menjajakan tubuhnya, mereka akan melakukan sedikit “pertunjukan” bila yang lewat adalah pria.

Berhubung kami menginapnya di Den Haag, dan bus Veolia terakhir, menuju ke Wassenaar, jam 8 malam, maka kami segera kembali ke stasiun Amsterdam Centraal. Dua teman ternyata masih perlu untuk me-reload OV chipkaart-nya.Sementara mereka berdua antri, saya dan seorang teman masuk ke Albert Heijn untuk membeli minuman. Ketika kami keluar, dan mencari mereka berdua kok sudah ngga ada. Lalu paniklah kami berdua. Mencari mereka beberapa kali dan tidak menemukannya. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk naik kereta ke Den Haag dengan terlebih dahulu memberitahukan via sms. Apalagi bus terakhir dari Den Haag Centraal jam 8 tambahlah terburu untuk segera pulang. Turun dari bus, ternyata hujan masih cukup deras, dan angin kencangnya mengerikan, meskipun suasana masih terang. Sesekali terpaksa saya berpegangan kuat-kuat pada pagar rumah orang, takut ikut terbang terbawa angin. Payung sudah tidak karuan bentuknya. Kami hanya berlindung di balik mantel plastik yang baru kami beli, yang plastiknya seperti kantong kresek. Alhamdulillah akhirnya sampai juga ke tempat kami menginap. Ternyata teman yang berdua itu belum sampai di tempat. Aduh, ternyata kami berdua sampai duluan. Saya tidak khawatir mereka akan tersesat, karena teman yang satunya sementara bermukim di Tourino, dan sudah pernah ke Amsterdam, jadi pasti paham seluk beluk transportasinya.

Dan justru sebenarnya mereka yang mencemaskan kami berdua (karena sms yang tidak terbaca atau tidak sampai), bagaimana nanti bisa kembali ke Den Haag, dan sampai di penginapan. Duh, ma’afkan kami teman, karena salah melihat antrian, dan memang sepertinya tempatnya sama padahal engkau berada di tempat antrian yang lain. Jadi akibat peristiwa ini, ada sepenggal catatan kecil yang tidak mengenakkan selama di Amsterdam. Ma’af teman, waktu itu telah membuatmu khawatir dan merasa ditinggalkan.

*****

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun