Dahulu (tahun 70-80an) ada nama ulama terkenal bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah, pun menyingkat namanya menjadi HAMKA. Musisi bang Raden Haji Oma Irama juga menyingkat namanya menjadi Rhoma Irama. Tetapi tidak menjadi trend. Mungkin akan menjadi trend seandainya mereka berdua berhasil menjadi presiden.
Tahun 60-70an, praktis tidak ada trend menyingkat nama. Mungkin generasi pada tahun itu banyak nama yang cuma satu kata. Bisa dibayangka jika Soeharto disingkat S, Soekarno juga disingkat S, Soebroto, juga S. Tidak bisa dibayangkan betapa bingungnya masyarakat pada waktu itu jika semuanya menyingkat namanya menjadi S. Kalau Moerdiono, masih bisa disingkat M. Tetapi nanti keliru dengan Moerdani, atau Muladi. Kalau Wiranto, masih bisa-lah, W. Tetapi khawatir keliru dengan nama Widodo, atau Wilopo, atau Wicaksono, maka bolehlah ditambahi, jadi: Win. (Mestinya yang tepat adalah Wir).
Tahun 2014 ke atas, ke mana arah trend menyingkat nama masih belum bisa ditebak. Kalau diprediksi, bisa! Begini: Jika nanti yang menang adalah Jokowi, maka trend menyingkat nama masa-masa selanjutnya adalah tidak menyingkat dengan mengambil huruf depannya saja, tetapi menyambungkan katanama pertama dengan katanama kedua. Misalnya, Rhoma Irama, akan disingkat menjadi Rhomair; Dahlan Iskan, bukan disingkat menjadi DI, tetapi Dahlanis; Mahfud MD, bukan MMD, tetapi ...??; Prabowo Subiyanto, menjadi Prabowosu, atau Prabowoto??
Jika yang menang buka Jokowi, maka...lihat saja, apakah presiden baru kita akan menyingkat namanya atau biasa saja. Jika biasa saja, maka trend akan menjadi normal lagi, atau kembali ke zaman kemerdekaan, "panggil saja aku Bung!", atau "Bang!", atau kembali ke zaman pembangunan, "panggil saja aku Bapak!"