Sebagai warga negara sudah semestinya kita mengakui bahwa terdapat pencapaian yang dilakukan sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi di berbagai sektor dalam rangka menunjang eksistensi Negara Republik Indonesia. Kendati demikian di sisi lain ada banyak juga yang harus dibenahi termasuk kehidupan demokrasi.
Momentum Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2020 yang telah menginjak usia 75 tahun adalah sebuah refleksi serta evaluasi kolektif kebangsaan terhadap praktik berdemokrasi yang selama ini diselenggarakan.
Konteks demokrasi pasca reformasi terutama pada pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalami peningkatan sekitar 2% (dua persen) lebih dari periode sebelumnya berdasarkan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yakni terletak pada angka 74,92. Namun ternyata hal ini belum sesuai harapan yang mana pemerintah menargetkan pada angka 75.
Angka tersebut justru justru melokalisir indeks demokrasi indonesia pada kondisi atau kategori yang sedang. Upaya ini pun perlu diapresiasi apalagi serangan Covid-19 yang merupakan pandemi global juga membuat konsentrasi bangsa lebih berorientasi pada perbaikan sektor kesehatan dan perekonomian sehingga orientasi demokrasi untuk sementara diparkirkan.
Kondisi ini seyogianya tidak dapat dikesampingkan dikarenakan bahwasannya Indonesia termasuk salah satu negara demokrasi terbesar di dunia yang harapannya mesti berbanding lurus dengan kualitas demokrasinya. Ditambah dengan fakta bahwa Indonesia dipimpin oleh warga sipil yang realitanya harus memberikan sumbangsih konstruktif terhadap perbaikan aspek demokrasi.
Berdasarkan IDI, demokrasi di Indonesia khususnya disorot pada aspek keterwakilan perempuan dalam parlemen daerah yang buruk, Â produktifitas legislatif dalam merekomendasi program-program ramah rakyat kepada eksekutif di daerah yang rendah, tindakan represif dan anormatif saat berdemontrasi hingga ketidaktransparannya pemerintah daerah kepada publik terkait Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Belum lagi, akhir-akhir ini peristiwa pembakaran bendera salah satu partai politik dan teror bom molotov menambah deretan kasus yang menyebabkan demokrasi di Indonesia kembali terciderai. Kejadian ini turut mengubah substansi dan praksis demokrasi yang selama ini menjunjung tinggi supremasi hukum.
Adapun refleksi kemerdekaan ini diharapkan memberikan ruang pada peningkatan kualitas demokrasi khususnya menjawab persoalan partisipasi dan transparansi. Partisipasi dibutuhkan sebagai manifestasi nilai-nilai kedaulatan politik dari masyarakat dan kegotongroyongan bersama sedangkan Transparansi merupakan hakikat dari keadilan dan semangat percepatan informasi publik diera revolusi industri 4.0.
Saat ini, Pemerintah Indonesia melalui peringatan kemerdekaan diharapkan dapat memastikan kualitas demokrasi di Indonesia semakin kuat dan meningkat agar konteks Indonesia sebagai negara berdaulat dan berdikari dapat dirasakan secara menyeluruh oleh elemen bangsa tanpa terkecuali.