Cawapres 01 mempunyai latar belakang sebagai pendidik, pendakwah, akrab dengan soal-soal keummatan. Cawapres 02 lebih menonjol dalam bidang bisnis, manajemen dan ketenagakerjaan. Dilihat dari profesi masing-masing Cawapres, debat ketiga nanti bakal seimbang. Penonton bakal disuguhi ceramah dua menitan tentang masalah-masalah sosial dan solusinya.
Strategi berdebat akan tetap standar, Cawapres 01 yang berpasangan dengan Petahana akan menunjukkan capaian-capaian menonjol dalam bidang sosial. Ia tidak akan kekurangan bahan, karena capaian-capaian itu cukup banyak.
Sebaliknya, Cawapres 02 akan menunjukkan kasus-kasus kegagalan program-program pemerintah yang dilakukan selama 4 tahun terakhir. Bahan-bahan untuk membuktikan hal ini juga banyak tersedia. Mustahil semua target dan janji Petahana dapat terwujud tanpa cacat. Masalah yang sering terdengar adalah tentang biaya sekolah dan mutu lulusan sekolah, layanan kesehatan, pengangguran, kemiskinan dan Revolusi Mental.
Debat yang panas tidak akan terjadi karena pernyataan kedua Cawapres benar, seperti melihat gelas yang terisi sebagian. Satu pihak menganggap gelas itu masih sedikit terisi, sedang pihak lain menganggap gelas itu sudah hampir penuh. Kesimpulan penonton debat tidak akan berubah. Yang semula menjagokan Paslon 01 akan menganggap Cawapres 01 memenangkan debat kali ini. Setali tiga uang dengan pendukung Paslon 02, Cawapresnya pasti dianggap lebih baik. Skor untuk debat ketiga akan draw, 1:1.
***
Namun debat adem ayem itu belum tentu terjadi. Pengarah debat dari masing-masing kubu dapat menitipkan pertanyaan yang bernada halus tapi menohok, yang akan membuat lawan bakal terdiam sesaat, lalu bicara normatif (baca: ngalor ngidul) tanpa menyentuh isu yang dilontarkan. Pertanyaan titipan itu tidak perlu terkait dengan topik yang sedang dibahas, yang penting dilontarkan dulu. Toh tidak ada sanksi untuk preseden seperti ini. Moderator pun belum tentu sigap dalam menghadapi dadakan yang tidak ada dalam skenario. Bisa-bisa dia disangka memihak salah satu Paslon.
Maka penonton di gedung maupun di rumah atau di tempat-tempat nobar bisa merasa geram jika Cawapresnya dibuat kelimpungan. Kemarahan pendukung bisa membuat ramai lagi jagat media sosial, yang (amit-amit) dapat melebar ke dunia nyata.
Untuk mencegah hal itu, maka pengarah debat di masing-masing kubu perlu diminta untuk mentaati peraturan untuk tidak melontarkan pertanyaan yang sensitif. Definisi sensitif itu harus dibuat jelas, antara lain: tidak menyinggung keyakinan/agama, tidak menyinggung pribadi/keluarga, tidak menyinggung bisnis/profesi, dan lain-lain.
***
Closing statement atau pidato pamungkas adalah momen paling ditunggu pemirsa debat. Masing-masing Cawapres perlu membuat pernyataan yang bisa meyakinkan mereka yang masih ragu-ragu, bahkan yang sebelumnya sudah mantap, untuk memilih ia dan pasangannya. Maka pidato pamungkas harus ringkas, jelas dan bermakna.
Cawapres bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengklarifikasi masalah yang pada sesi-sesi sebelumnya lupa untuk disampaikan, padahal penting.
Bagi Cawapres 01, closing statement perlu digunakan untuk membantah hoaks yang sangat merugikan diri dan pasangannya. Hoaks yang paling serius adalah Jokowi mengkriminalkan ulama, membela penista agama, pro-komunis, antek asing.
Sedangkan untuk Cawapres 02, closing statement dapat digunakan untuk mengubah pandangan terhadap Prabowo yang terkesan pesimistik, membaliknya menjadi pemimpin yang patriotik, siap membela negara dan memajukan bangsa.
***
Pilpres bukanlah masalah hidup atau mati, surga atau neraka. Pilpres adalah rutinitas warga di negara yang demokratis untuk memilih kepala/manajer pemerintahan yang lebih baik dari calon-calon yang ada. Setelah hari pencoblosan berlalu, yakinlah tidak ada perubahan besar terhadap diri kita, semua akan berjalan seperti sediakala.
Kita berharap debat ketiga nanti akan mencerahkan, melegakan dan menyenangkan. Seolah-olah kita baru saja menonton film dramatis yang happy ending, yang membuat pendukung kedua kubu saling bersalaman dan berpelukan dengan tulus ikhlas.
Mudah-mudahan.