Dari ketiga tipe diatas, yang paling banyak tipe yang tidak ditemukan fisik koperasinya. Analisanya, ada yang karena memang hanya sekadar untuk dibentuk dan mendaftar guna dapat mengakses program pemerintah, dan saat program habis maka habis pula koperasinya. Kemungkinan lain, koperasi dibentuk kemudian berjalan tapi kemudian merugi atau bahkan meninggalkan hutang, untuk menghindari tanggungjawab mereka menutup koperasinya. Tetapi ada juga kemungkinan mereka pindah lokasi tapi tanpa pernah menginformasikan kepada Kementerian atau Dinas Koperasi.
Namun ada juga fakta yang miris, koperasi milik institusi pemerintah dengan berbagai alasan menghindari konfirmasi yang hendak dilakukan oleh asesor itu, bahkan ada yg bertanya balik via telepon, apa itu self declare konfirmasi? mereka sama sekali tidak tahu sementara proses self declare konfirmasi sudah apa ujung proses.
Cerita diatas merupakan potret kondisi koperasi Indonesia, maka menjadi relevan apa yang dinyatakan Agung Nur Fajar (Tenaga Ahli Kementerian Koperasi) dalam sebuah forum menyatakan bahwa tahun 2025-2026 akan banyak koperasi yang akan ditutup. Pernyataan diatas sejalan dengan pernyataan Ahmad Zabadi, selalu Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi RI, pada keterangan pers terkait capaian 10 kinerja Kementerian Koperasi UKM yang menyatakan bahwa pada periode 2019-2023 telah dilakukan penutupan 82.000 koperasi karena tidak aktif. Menurutnya hal ini dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka upaya mereformasi dan membenahi Koperasi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada tahun 2019 jumlah Koperasi Indonesia mencapai 209.488, namun pada tahun 2023 tinggal 130.119 koperasi (Antara, 10-10-2024).
Sebagai praktisi koperasi, fakta dan data diatas sungguh mengguncang hati. Tak terbayang begitu coreng morengnya koperasi di Indonesia. Setelah 82.000 Koperasi ditutup dalam periode waktu tahun 2019-2023, akan ada gelombang penutup Koperasi lagi. 130.119 koperasi jelas bukanlah angka yang sedikit. Perlu upaya bersama dan terintegrasi antara Kementerian koperasi, dinas koperasi provinsi dan kabupaten kota dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pasal 60-63 Undang Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1992. Sehingga upaya penutupan oleh Pemerintah terhadap koperasi tidak terjadi lagi atau setidaknya berkurang secara jumlah.
Kita berharap permintaan tambahan anggaran oleh Menteri Koperasi sebesar 2.1 trilyun yang disampaikan ke Komisi VI DPR RI yang lalu akan mampu mereformasi birokrasi dan komitmen Pemerintah untuk melakukan pembinaan kepada Koperasi Indonesia. Sehingga apa yang dinyatakan pada bagian konsideran Undang Undang Nomor 25 tahun 1992, yaitu, koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional, dapat diwujudkan. Kata "dibangun" pada teks diatas jelas merujuk pada Pemerintah, dimana Pemerintah diberi mandat dan tugas untuk melakukan upaya bagi kemajuan Koperasi Indonesia, sehingga koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional dapat diwujud-nyatakan.