Namun, saya tidak setuju kalau banyak yang membandingkan gaya kedua pemimpin tersebut. Mereka tentu punya gaya yang khas dalam memimpin. Jokowi dengan kesederhanaannya, dan SBY dengan sikap elegannnya. Lagipula, gaya mereka tidak bisa disamakan begitu saja, karena tugas mereka dangat berbeda dan dengan bobot yang berbeda. Kalau ada kecenderungan untuk membanding2kan, hal itu bukannya memerbaiki kinerja salah satu pemimpin, melainkan akan membuat kisruh suasana.
Untuk menilai "apakah ini sebuah pencitraan atau kesungguhan", mudah saja. Kita bisa melihat dari ke-konsisten-an pemimpin. Apabila blusukannya itu sebuah pencitraan diri atau untuk mencari muka, tentunya blusukan itu tidak akan bertahan lama. Ia akan bosan dengan cuaca panas, rasa lelah apa lagi berkumpul dengan orang-orang ndeso? Biasanya sebuah pencitraan itu dilakukan supaya dilihat orang. Diekspose kemana-mana agar semua orang tahu bahwa ia sedang blusukan. Bila itu sebuah kesungguhan, maka blusukan akan menjadi bagian dari hidupnya, pola kerjanya. Sehingga ia tidak jemu-jemunya untuk turun menyapa orang-orang ndeso. Ia tidak malu untuk berjemur dan mengambil tindakan benar. Blusukan dilakukan bukan untuk menyenangkan orang, tetapi lebih dalam lagi untuk mengetahui keadaan rakyat yang sebenarnya.
Jadi, untuk menilai gaya pemimpin kita, lihat saja apakah ia konsisten dengan cara yang ia pilih? Jika tidak, bisa jadi apa yang ia lakukan, hanya sebuah pencitraan diri, karena kalah pamor dengan rekannya. Tetap Bersemangat!!!