Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Pola di Balik Doa Bapa Kami

21 Desember 2009   17:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:50 1685 0
Ketika kami berkumpul bersama dan mengambil topik Doa Bapa Kami untuk didiskusikan, sempat terlintas bahwa diskusi kali ini bakal kurang menarik. Apa lagi yang dapat dipelajari dari Doa yang sudah kami hafal sejak kecil dan sudah banyak dibahas ini? Namun rupanya kami keliru. Cukup mengagetkan bagi kami menemukan hal2 yang belum pernah kami perhatikan sebelumnya.

Kami melihat Doa ini dituliskan dalam susunan kalimat tertentu. Kami mencoba bermain dengan pemenggalan kalimatnya, dan inilah yang kami dapatkan:

PEMBAGIAN DOA

Bapa kami yang ada di Surga (kalimat pembuka)

Dikuduskanlah namaMu (kalimat utama 1 di bagian pertama)

Datanglah kerajaanMu (kalimat utama 2 di bagian pertama)

Jadilah kehendakMu (kalimat utama 3 di bagian pertama)

Di bumi seperti di dalam Surga (kalimat tambahan 1 di bagian pertama)

Berilah kami hari ini roti harian kami (kalimat utama 1 di bagian kedua)

Ampunilah hutang2 kami (kalimat utama 2 di bagian kedua)

Seperti kamipun mengampuni orang yg berhutang pada kami

(kalimat tambahan 1 di bagian kedua)

Pimpin kami supaya tidak jatuh dalam godaan (kalimat utama 3 di bagian kedua)

Bebaskanlah kami dari yang jahat (kalimat tambahan 2 di bagian kedua)

POLA

Kami melihat bahwa ada suatu pola dalam Doa ini. Pola pertama adalah: doa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni yang kami sebut bagian pertama dan bagian kedua. Bagian pertama didominasi oleh kata "Mu," yakni kata yang merujuk pada Tuhan. Bagian kedua didominasi oleh kata "kami," yang merujuk pada manusia. Jadi bagian pertama diperuntukkan bagi Tuhan, dan berpusat pada Tuhan; sedang bagian kedua diperuntukkan bagi manusia, dan berpusat pada manusia.

Mengapa demikian? Kami melihat ini sebagai pembagian 2 dimensi, yakni dimensi rohani, dan dimensi lahiriah, dimana dimensi rohani dianggap sebagai realita besar / semesta dan dimensi lahiriah ada di dalamnya. Dimensi rohani lebih diutamakan oleh Yesus.

Pola kedua adalah: doa ini terdiri dari 1 kalimat pembuka, 3 kalimat utama bagian pertama, dan 3 kalimat utama bagian kedua, atau dapat dikatakan doa ini adalah sebuah syair dengan pola 1-3-3, yang jika dijumlahkan akan memunculkan angka 7, sebuah angka yang menarik. Kemudian, jika menggunakan pembagian kalimat seperti yang kami lakukan di atas, maka jumlah kalimat keseluruhan dari doa ini adalah 10, suatu angka yang menarik juga, meskipun kami sadar bahwa pembagian kalimat seperti di atas tidaklah mutlak dan bukan satu2nya cara yang mungkin.

PARALELISME

Sering sekali kami melihat bahwa Matius sebagai penulis buku ini bekerja dalam bentuk pola2 dan simbol2. Sering sekali Matius memparalelkan kehidupan Yesus dengan kejadian2 yang ada di buku Perjanjian Lama. Berkenaan dengan doa ini, tak urung kami terbayang akan suatu bentuk yang ada di Perjanjian Lama yang bisa diparalelkan dengannya. Apa yg memiliki dua bagian seperti itu di Perjanjian Lama? Yakni 10 Perintah Allah.

Sepuluh Perintah Allah juga memiliki dua bagian, yang satu berbicara berkaitan dengan Tuhan, yang satunya lagi berkaitan dengan manusia. Ini adalah persamaan yang pertama. Jika pembagian Doa Bapa Kami yang kami lakukan dapat diterima, maka isi kalimat Doa tersebut ada 10, yang tentunya sama dengan jumlah perintah dalam 10 Perintah Allah, dan ini adalah persamaan kedua. (Kami akui bahwa persamaan ini tidak terlalu kuat, mengingat pembagian kalimat doa tsb bisa dilakukan secara berbeda.) Persamaan ketiga adalah bahwa 10 Perintah Allah diberikan di atas gunung, dan Doa ini diberikan di atas bukit - suatu kebetulankah?

Jika memang ada kesengajaan memparalelkan Doa Bapa kami dengan 10 Perintah Allah, maka mungkin tujuannya adalah ingin mengangkat Doa ini ke suatu level signifikansi tertentu - setinggi signifikansi 10 Perintah Allah dalam kehidupan masyarakat Yahudi. Kami tahu bahwa Taurat Musa berpusat pada 10 Perintah ini. Mungkinkah Matius ingin mengatakan bahwa Doa ini dapat menjadi pusat / kesimpulan dari ajaran Yesus?

Namun ada satu perbedaan yang menyolok. 10 Perintah Allah bentuknya adalah perintah, yakni suatu bentuk komunikasi yang datang dari atas ke bawah. Sedang doa, sama sekali bertolak belakang. Doa adalah suatu bentuk komunikasi yang datang dari bawah ke atas. Mengapa demikian? Jika hendak memparalelkan, mengapa tidak membuat perintah yang baru saja, yang sama-sama memakai bentuk komunikasi dari atas ke bawah? Kami hanya bisa menduga di sini. Adalah satu kemungkinan bahwa perbedaan ini dimaksudkan untuk menunjukkan suatu perubahan, dari yang lama menjadi yang baru. Jika ini benar, berarti Yesus adalah tokoh yang membawa pembaharuan, yang melakukan perubahan. Dan ini adalah dugaan beberapa orang pada jaman itu, bahwa Yesus hendak mengubah hukum Taurat, yang mana hal ini ditampik oleh Yesus. Ini membawa kami kepada satu interpretasi lain yang menarik. Kami mencoba menggabungkan dua entitas ini menjadi satu kesatuan, dan kami mendapatkan bahwa kedua bentuk komunikasi ini adalah saling melengkapi. Jika perintah digabung dengan doa, maka yang terjadi adalah sebuah keutuhan. Yang dari atas ke bawah digabung dengan yang dari bawah ke atas, maka akan menjadi satu bentuk lingkaran sempurna. Dari atas ke bawah, dari bawah kembali ke atas. Suatu bentuk yang menarik. Jika dipandang dari sudut ini, maka Doa tsb dalam satuan waktu yang lebih panjang, bukanlah sebuah perubahan, namun sebuah penggenapan / bersifat melengkapi / menyempurnakan. Yesus menjadi seorang tokoh yang bukan melakukan pembaharuan, melainkan adalah tokoh yang menggenapi. Kami jadi teringat akan perkataan Yesus bahwa ia tidak datang untuk mengubah hukum Taurat, namun untuk menggenapinya.

Sebenarnya, dengan memparalelkan Doa Bapa kami dan 10 Perintah Allah, mau tak mau ada 1 hal lagi yang sedang diparalelkan, yakni Yesus sendiri. Doa Bapa Kami diberikan oleh Yesus. Dalam hal ini, Yesus diparalelkan dengan siapa? Hal ini dapat menjelaskan tentang asal mula kepercayaan Kristen tentang Yesus dan fungsi perantara dalam agama ini. Jika hal ini adalah kesengajaan dari Matius, maka kita dapat melihat sekilas seperti apa worldview dari penulis tsb, dan bagaimana pengaruh worldview dia dalam pembentukan iman orang kristen.

KETERBATASAN
Kami menyadari keterbatasan2 kami. Kami menggunakan teks bahasa Inggris versi NIV saja, yang melaluinya kami mencoba menangkap makna apa saja yang dapat kami gali. Kami juga bukan mahasiswa dalam bidang ini. Kami juga belum menggumuli buku ini secara lengkap. Jadi tulisan ini muncul sejalan dengan proses kami membacanya, dimana kami menempatkan diri seolah2 sedang berada di sana dan sedang mendengarkan. Kami mencoba memahami apa yang sedang kami dengar itu dengan cara pemahaman yang kami miliki sekarang, dan melihat apa artinya dari sudut pandang kami. Kami memberanikan diri melakukan hal ini karena meyakini bahwa pada saat itu Yesus sedang berbicara pada masyarakat umum, yang kami percaya pendidikannya rendah, dan ternyata mereka mengerti apa yang dikatakan Yesus. Dengan dasar ini kami memberanikan diri berusaha mengerti isi dari perkataan Yesus yang kami percaya seharusnya cukup sederhana. Ini adalah dasar keberanian kami menyelidiki isi dari Doa ini, yang sampai sejauh ini bahkan belum kami bahas sama sekali. Jika memungkinkan, kami akan menuliskannya dalam kesempatan yang lain. Di sini terjadi interaksi antara worldview sang tokoh (Yesus), sang penulis (Matius), dan pembaca (yaitu kami), serta sang pemberi inspirasi, bagi yang mempercayainya.

KESIMPULAN
Kami menyadari bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk melihat pola dalam segala sesuatu, meskipun terkadang sesuatu itu adalah murni sebuah keacakan. Pola yang kami lihat dalam doa ini bisa jadi suatu kebetulan, bisa jadi sebuah kesengajaan. Jika ini kesengajaan, maka bisa jadi ini adalah kesengajaan dari Matius sebagai penulis, ataupun kesengajaan dari sosok supranatural lain yang dipercaya ada dibalik penulisan ini, bagi yang mempercayainya. Jika kesengajaan ini benar ada, maka kemungkinan besar Doa Bapa Kami ini sedang diparalelkan dengan 10 Perintah Allah. Jika ini benar, maka tujuannya adalah untuk meletakkan Doa ini pada suatu signifikansi yang tinggi: Doa ini penting. Lebih penting dari yang dibayangkan oleh kebanyakan pemeluk agama ini sendiri. Dan jika demikian, maka konsekuensinya, Doa ini harus dihayati lebih lagi dan diwujudkan ide2nya dalam kehidupan nyata.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun