Pemerintah sendiri seperti ogah-ogahan menggunakan kata yang mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat. Apa yang datang dari luar ditelan mentah-mentah.
Tulisan ini bukan mau membahas kesalahan penggunaan bahasa asing di tengah masyarakat kita. Penulis hanya ingin melihat cara pemerintah dalam membuat kebijakan.
Dalam kasus epidemi Covid-19 contohnya. Lockdown (menutup suatu area), Â tidak mengijinkan masyarakat beraktivitas di luar rumah merupakan tindakan yang diambil oleh beberapa negara maju dan negara yang lebih maju dari Indonesia.
Yang pertama di Cina, kemudian beberapa negara Eropa dan belakangan Malaysia juga menerapkan kebijakan serupa, meskipun di Malaysia tidak seberapa efektif, karena sebagian rakyatnya menggunakan momentum lockdown untuk berlibur. Begitu bunyi berita yang sampai ke Indonesia.
Di Indonesia, desakan agar pemerintah melakukan lockdown terus menguat. Namun yang menolak juga tak kalah gigih. Bagi yang mendorong, lockdown dianggap sebagai upaya ampuh untuk mencegah penyebaran virus corona. Bagi yang menolak alasannya lebih ke ekonomi: bagaimana dengan masyarakat kecil yang hanya bisa menyambung hidup hanya bila mendapatkan penghasilan hari itu? Karena tidak semua anggota masyarakat bisa berdiam di rumah untuk mendapatkan penghasilan.
Hal lain yang ditawarkan untuk mencegah penyebaran virus corona adalah Social Distancing adalah mengurangi kegiatan di luar rumah, menghindari tempat-tempat berkumpul, atau pun bila terpaksa berada di luar rumah, agar menjaga jarak minimal 1,5 meter dengan orang lain.
Sejauh ini, dorongan lockdown belum mendapat respon dari pemerintah pusat.