Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kedaulatan Riset

15 Agustus 2014   07:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:30 18 0
Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang sebentar lagi akan berumur 69 tahun, hati saya terusik dan memendam pertanyaan, "Kenapa Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang? bukan negara maju?". Sepatutnya kita menilik negara Jepang dan Jerman yang bersama - sama membangun negaranya kembali setelah Perang Dunia kedua. Jepang yang membangun kembali pasca bom atom hiroshima dan Nagasaki kini sudah menjadi negara digdaya di Asia. Jerman yang membangun kembali pasca Perang Dunia kedua sudah menjadi negara maju yang disegani oleh negara - negara lain. Sedangkan Indonesia yang notabene mempunyai kekayaan alam yang luar biasa masih belum bisa bersaing dengan negara lain.

Bagaimana caranya agar bisa bersaing dengan negara -  negara lain? salah satu diantaranya adalah dengan mencanangkan kedaulatan riset. Negara maju menggunakan hasil - hasil riset mereka untuk diterapkan dan mensejahterakan rakyatnya. Sedangkan Indonesia masih cenderung konsumtif dengan membeli hasil produk dari luar negeri. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan "Apakah bangsa kita ini masih pesimis dengan kemampuan dan kecerdasan dari anak bangsa kita sendiri?". Contoh nyata adalah mantan presiden ketiga kita yaitu Prof. DR. Ing. B. J. Habibie. Bapak Habibie dengan kepandaian dan kecerdasannya berani menciptakan pesawat terbang pertama hasil karya anak bangsa. Akan tetapi, pada kenyataannya pesawat tersebut hilang ditelan bumi dan tidak diproduksi secara masif. Memang pada waktu itu terjadi krisis tahun 1998 yang memberikan dampak luar biasa terhadap mimpi besar tersebut. Akan tetapi, pasca krisis 1998 sampai sekarang mimpi tersebut tidak diwujudkan dengan cepat. Sama halnya Ricky Elson, anak bangsa yang menuntut ilmu di negeri sakura yang berhasil menciptakan mobil listrik. Mobil listrik bernama "selo" dan "gendis" hasil kerja kerasnya bersama Bapak Dahlan Iskan tidak berhasil memikat Kemenristek. Alhasil, Ricky Elson kembali lagi dan lebih memilih untuk berkarya di Jepang daripada di Indonesia. Masih banyak cerita - cerita anak bangsa kita yang cerdas dan ingin kembali berkarya di Indonesia, tetapi mendapatkan respons yang "dingin" dari pemerintah kita.

Akan tetapi, sedikit patut disyukuri bahwa Indonesia sedang menuju arah yang lebih baik dalam bidang riset. Setidaknya dana dan peluang riset mulai meningkat jika dibandingkan dengan tahun - tahun sebelumnya. Tidak hanya Kemenristek, Kemendikbud dan Kemenkeu dengan LPDP-nya menyediakan peluang dana riset bagi para akademisi. Walaupun jumlah dana riset masih terbilang minim jika dibandingkan dengan negara - negara Asia Tenggara lainnya sebagai contoh Singapura atau Malaysia. Hasil - hasil riset saat ini juga sudah mulai diterapkan walaupun masih banyak hasil riset lainnya yang hanya menghasilkan tumpukan laporan akhir dan tidak diterapkan. Sangat disayangkan hasil pemikiran akademisi seluruh Indonesia dengan dana triliunan tersebut tidak diterapkan dan hanya berakhir dengan tumpukan laporan akhir.

Kedaulatan riset dapat dicapai dengan memaksimalkan dana riset yang ada, menciptakan riset - riset yang tepat guna dan dapat dirasakan oleh masyarakat, dan yang paling penting adalah riset tersebut benar - benar diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan nasional yang muncul. Negara yang maju adalah negara yang mampu memaksimalkan hasil riset dan percaya dengan kemampuan karya anak bangsa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun