Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Libur Panjang Ramadhan:Peluang Penguatan Karakter Atau Ancaman Leraning Loss?

10 Januari 2025   09:47 Diperbarui: 10 Januari 2025   09:47 62 6
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan agar sekolah diliburkan selama satu bulan penuh selama bulan Ramadhan hingga hari raya Idul Fitri. Ide ini perlu dipertimbangkan dengan cermat terkait dampak akademik dan sosial di masyarakat. Nasaruddin beralasan bahwa gagasan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat memahami esensi bulan suci Ramadhan, yaitu fokus beribadah. Peserta didik nantinya bisa meningkatkan pahala melalui berpuasa penuh, mengaji, menghafal Al Quran, dan berkumpul bersama keluarga dengan lebih dekat.

Menurut Guru Besar Bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Tuti Budirahayu, ide ini bisa berdampak baik untuk penguatan karakter siswa. Dengan diliburkan, anak-anak bisa beribadah dengan tenang di rumah atau masjid yang menguatkan jiwa dan rohaninya. Dari perspektif pendidikan moral, momen libur Ramadhan dapat menjadi kesempatan bagi siswa memperkuat nilai-nilai sosial dan moral. Selain itu, ikatan antara anak dengan orangtua dan keluarga juga semakin erat.

Namun, Tuti menegaskan bahwa ide ini bisa berdampak baik asalkan ada pendampingan dari orangtua. Jika tidak ada pendampingan, kebijakan ini bisa berdampak buruk pada aspek akademik siswa karena libur panjang dapat menghambat pencapaian target yang dirancang institusi pendidikan. Tuti menyarankan penambahan jam belajar sebelum atau setelah libur panjang sebagai solusi lebih efektif. Selain itu, kegiatan belajar selama Ramadhan bisa beralih ke bentuk penugasan lain yang memungkinkan siswa mengerjakannya di rumah dengan jadwal belajar lebih fleksibel sesuai kondisi mereka. Tantangan lainnya meliputi target kurikulum sekolah hingga pengelolaan siswa non-Muslim atau sekolah berbasis non-agama saat libur panjang berlangsung. Hal itu bisa diatasi dengan model pembelajaran daring.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim berpendapat bahwa libur selama Ramadhan bisa menambah dampak ketertinggalan belajar atau learning loss yang tersisa dari pandemi Covid-19. Pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orangtua akan sangat lemah jika sekolah diliburkan. Hal ini mengakibatkan anak akan semakin sering bermain gawai karena minim pengawasan. Alih-alih mengisi Ramadhan dengan khusyuk di rumah, anak-anak justru asyik bermain gim dan media sosial seharian penuh. Satriwan menegaskan bahwa hal ini harus dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia karena ada sejumlah masalah sosial yang akan muncul jika anak diliburkan selama Ramadhan. Apalagi saat Ramadhan, anak-anak remaja biasanya berkesempatan keluar malam lebih lama, bahkan sampai sahur. Hal ini memerlukan pengawasan dan pengaturan yang ketat.

Di beberapa negara yang memiliki musim panas, pemerintahnya memang meliburkan sekolah dalam waktu yang lama. Namun, mereka telah menyiapkan berbagai kegiatan luar ruang, seperti perkemahan atau kursus intensif di luar sekolah. Sejauh ini, pemerintah belum mengambil keputusan terhadap ide ini. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyampaikan bahwa sekolah umum masih tetap akan bersekolah saat Ramadhan tahun ini. Mu'ti menegaskan bahwa ide ini perlu diputuskan bersama kementerian dan lembaga lain.(Hes50)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun