Pada awalnya kita berbicara basa-basi saja, tanya sana-sini, mengagumi batik yang dia pakai, mempertanyakan cuaca yang kian panas dari hari ke hari serta membicarakan almarhum yang seorang pensiunan dosen hingga perkenalan yang berlanjut dengan hangatnya aura pembicaraan kami.
"Panggil saja saya 'pakdhe'", begitu dia memperkenalkan dirinya. Sejurus kemudian dia mulai bercerita tentang kariernya dari dosen biasa hingga posisi tertinggi di sebuah universitas swasta di Surabaya, yakni sebagai rektor. Pakdhe tidak lagi muda, ia sudah hampir mencapai umur 80 tahun namun ajaibnya dari Madiun hingga Jogja ia lakoni dengan menyetir mobil sendiri. Sehat benar kondisi badannya bahkan sepintas tak pernah terbayangkan usianya yang sudah begitu senja. Terang saja saya bertanya,"apa sih resep awet muda seperti pakdhe?". Dengan diawali sedikit mengambil napas panjang ia pun menjawab, "resepnya hanya ada 2 (dua)". Berikut dua resep awet muda ala pakdhe.
Pertama, jangan sampai menyimpan 'unfinished business'. Secara tidak sadar kita setiap hari menyimpan 'unfinished business' ini. Ia mencontohkan kecenderungan kita menunda-nunda pekerjaan merupakan salah satunya. Contoh lain adalah menyimpan dendam, tidak mau memaafkan, mangkir dari tugas dan kewajiban dan lain sebagainya.
Kedua, lupakan dan jangan gunakan kata 'harus'. "Siapa bilang bahwa anak sekolah itu harus naik kelas?", begitu ia memberikan salah satu contoh konkritnya. Bukannya untuk menghancurkan motivasi anak untuk naik kelas namun perasaan 'harus' yang berlebihan bukannya memberi semangat hidup namun kadang justru dapat meluluhlantakkan asa karena sifatnya yang kaku dan kurang toleran.
Demikian resep singkat awet muda ala Pakdhe, barangkali berguna bagi kita semua.