formasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral. Oleh sebab itu, rasanya tidak terlalu berlebihan apabila masyarakat yang mempunyai keperdulian terhadap pendidikan tidak melepaskan perhatiannya pada berbagai dimensi yang berkaitan dengan masalah guru.
Masalah-masalah tersebut yang sering mendapat sorotan diantaranya adalah kurang memadainya kualifikasi dan kompetensi guru, rendahnya tingkat kesejahteraan guru, kurangnya penghargaan terhadap profesi guru, serta rendahnya kinerja dan komitmen guru. Terlepas dari berbagai kelebihan serta kekurangannya, seyogyanya kita harus menyadari serta menerima kondisi guru saat ini apa adanya. Dan yang terpenting harus segera dipayakan penyiapan figur guru masa depan yang sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Pada dasarnya, dalam jiwa guru sudah tertanam kesiapan untuk menyukseskan segala upaya perbaikan pendidikan, akan tetapi tentu saja perlu melakukan pendekatan yang lebih menekankan pada hal yang dapat menyentuh hak dan martabat guru. Dengan cara demikian, guru sebagai pelaku terdepan pendidikan akan merasa diikutsertakan bukan hanya sebagai objek pelengkap penderita tetapi lebih dari itu dilibatkan sebagai subjek.
Tidak bisa dipungkiri, selama ini guru telah berusaha untuk mewujudkan kinerjanya sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Namun, guru masih tetap dan terus dituntut tanpa keberpihakan untuk memperhatikan sisi lainnya sebagai manusia biasa. Kondisi seperti ini sudah barang tentu membuat guru tersandung. Sanjungan-sanjungan yang terlontar “sebagai pahlawan tanpa tanda jasa” misalnya, malah membuat guru terbelenggu bahkan terpasung.
Belum lagi beberapa persoalan eksternal menghadang, semisal krisis etika dan moral anak bangsa. Persoalan mental, moral dan karakter anak bangsa yang lemah akan berpengaruh pada hasil pendidikan. Pendidikan yang lemah akan menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang buruk. Moral yang buruk menyebabkan kita mudah terbujuk untuk melakukan pekerjaan yang buruk, pola berpikir tidak terbangun dengan baik sehingga acapkali mengedepankan emosi dan mudah terprovokasi.
Guru memang dituntut untuk memiliki mental, moral dan karakter yang baik, sehingga tanpa mata pelajaran khususpun, pendidikan moral, mental dan karakter itu sudah terintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, memberikan teladan bagaimana berdisiplin, bertanggung jawab dan berdemokrasi. Hubungan guru dengan murid, tidak hanya terbatas pada hubungan profesional tetapi juga hubungan emosional. Tugas guru di kelas bukan hanya mengajar mata pelajaran tetapi juga mengajar bagaimana agar anak mau belajar.
Harus diakui, guru sering tidak konsisten dalam menjadi teladan, tidak lagi bisa digugu dan ditiru. Hal ini akan sangat melemahkan keberadaan guru itu sendiri. Saat dimana SDM guru lemah, maka kita tidak bisa berharap akan menghasilkan siswa yang ber SDM kuat.