Saat itu tepatnya 17 Agustus 2009, saya tidak kuasa menahan haru tatkala sang Merah Putih berkibar di bumi sahara. Dikibarkan oleh anak-anak bangsa yang sangat jarang menginjakan kakinya di tanah air, bahkan ada anak yang sama sekali belum pernah menghirup udara kemerdekaan negerinya. Tapi dengan semangat kebangsaan langkah mereka berderap membawa sang merah putih yang kemudian mengibarkannya dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab, bahwa hari itu Merah Putih harus berkibar bersama kibaran Merah Putih lainnya di tanah air. Saat itu saya betul-betul menangis.
Menangis karena haru melihat sang Merah Putih berkibar ditiup angin sahara, menangis karena bangga menyaksikan anak-anak negeri bersatu merapatkan barisan demi berkibarnya sang Merah Putih. Menangis karena tahu sangat tidak mudah mengibarkan bendera negara asing di Saudi Arabia kecuali dilingkungan KJRI atau KBRI. Tapi kami para TKI bersama para civitas Sekolah Indonesia Makkah berusaha semampunya demi terselenggara upacara pengibaran bendera Merah Putih pada puncak peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke 64. Sebuah penyelenggaraan yang hampir batal.
Hampir batal karena beberapa masalah. Masalah pertama, sulitnya mencari tempat upacara yang cukup luas dan tidak menarik perhatian masyarakat Saudi sehingga mengundang kecurigaan. Awalnya akan menggunakan halaman Kantor Haji Indonesia di Mina karena tempat itu adalah tempat resmi yang bisa digunakan tapi sayang halamannya sempit dan tidak bisa digunakan untuk upacara yang dihadiri massa yang banyak. Tapi bersyukur ada sekolah swasta Arab Saudi yang bersedia meminjamkan lapangan olah raganya (tertutup) untuk bisa kami gunakan mengadakan upacara dengan catatan tidak mengganggu lingkungan sekitar serta menarik perhatian petugas setempat. Setelah mendapat lokasi upacara, masalah sarana prasarana menjadi kendala berikutnya. Tapi berkat kerjasama yang baik antara civitas Sekolah Indonesia Makkah dan masyarakat Indonesia di Makkah kendala itu bisa diatasi. Berikutnya mempersiapkan petugas upacara. Tim paduan suara dipersiapkan oleh Sekolah Indonesia Makkah bagian Puteri dan petugas pengibar bendera diambil dari para siswa Sekolah Indonesia Makkah bagian Putera. Karena sulitnya mencari pelatih Paskibra di Makkah, terpaksa dengan kemampuan terbatas saya melatih mereka dalam sisa waktu tinggal dua minggu lagi. Saking sibuknya melatih Paskibra sekaligus sebagai penanggung jawab kegiatan, saya sampai lupa menyiapkan teks pidato sebagai Inspektur Upacara. Hingga tiba waktunya upacara HUT Kemerdekaan RI yang ke 64 dilaksanakan.
Dengan fasilitas seadanya, pelaksanaan Upacara HUT Kemerdekaan RI saat itu terlaksana dengan cukup hidmat dan dihadiri oleh masyarakat Indonesia yang bermukim di Makkah, para civitas dan siswa Sekolah Indonesia Makkah. Tamu undangan dari KJRI Jeddah tidak bisa hadir karena waktunya bersamaan dengan upacara yang sama dilingkungan KJRI Jeddah. Selanjutnya, pembawa acara membuka upacara dan barisan disiapkan. Inspektur Upacara memasuki lapangan upacara....
Dengan penuh keyakinan saya melangkah menuju mimbar upacara dan berdiri menghadap kepada para peserta upacara. Menyaksikan barisan peserta upacara demikian hidmatnya, keharuan saya mulai terusik. Saya tidak menyangka sama sekali kalau akan berdiri di depan ratusan masyarakat Indonesia yang bermukim di Makkah pada sebuah upacara pengibaran bendera Merah Putih dalam rangka HUT Kemerdekaan RI. Pada saat yang sama hanya ada tiga upacara yang sama di Saudi Arabia, di KBRI Riyadh dengan Inspektur Upacara Bapak Dubes RI untuk Saudi Arabia, di KJRI Jeddah dengan Inspektur Upacara Bapak Konsul Jenderal RI Jeddah dan di Makkah Al-Mukarramah dengan Inspektur Upacara seorang TKI dengan visa sopir. Puncak keharuan saya meningkat manakala menyaksikan anak-anak negeri mengibarkan sang Merah Putih dengan diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya oleh putri-putri cantik anak negeri diikuti para peserta upacara. Sampai tiba saatnya, amanat Inspektur Upacara dan barisan diistirahatkan.
Pada saat pembukaan pidato saya masih bisa menguasai diri, tapi pada saat mulai memasuki inti pidato bibir saya mulai bergetar. Dan akhirnya saya betul-betul menangis....dihadapan ratusan peserta upacara saya betul-betul menangis. Menangis karena meski hanya warga masyarakat mukimin dengan susah payah berhasil mengibarkan sang Merah Putih di bumi sahara. Menangis karena kita mampu membuktikan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Menangis karena meskipun jauh dari tanah air kita mampu membuktikan kecintaan kita pada ibu pertiwi. Menangis karena teringat di bumi sahara ini, ada ribuan anak negeri yang belum ikut merasakan kemerdekaan negerinya. Menangis karena ....
Upacara selesai, tapi suara saya masih parau mengingat anak-anak negeri disini. Ratusan anak-anak yang tidak bisa sekolah, ratusan anak-anak yang rindu indahnya tanah air, ratusan anak-anak korban orang tuanya yang tidak bertanggung jawab. Menjelang pulang meninggalkan tempat upacara, beberapa teman dan tokoh masyarakat Indonesia di Makkah memeluk saya seraya berucap; “tangisan bapak tadi adalah tangisan kita semua”.