Beberapa waktu yang lalu saya di telpon seseorang yang katanya mendapatkan nomor handphone saya dari salah seorang temannya. Keinginannya untuk bertemu saya sambut karena dia menyebutkan beberapa nama yang memang saya kenal dengan baik dan dia tidak keberatan ketika saya menawarkan untuk bertemu di rumah saya. Tidak banyak basa basi dia kemudian menyampaikan banyak hal berkaitan dengan anak-anak warga Indonesia yang bermukim di Makkah yang tidak bisa bersekolah.
Saya sempat sedikit tercekat ketika dia bilang bahwa anak-anak mukimin Indonesia di sini juga memiliki hak yang sama dengan teman-teman sebayanya di Indonesia untuk menikmati kemerdekaan bangsanya serta mendapatkan pendidikan yang layak. Ironis memang, saat dimana anak-anak kita di tanah air sudah menikmati sekolah dengan gratis, di sini mereka kesulitan karena harus berurusan denga kebijakan pemerintah setempat. Untuk bisa masuk ke sekolah formal baik sekolah Indonesia maupun sekolah Saudi Arabia, kelengkapan dokumen anak seperti paspor, iqamah, akta kelahiran dan bukti sudah lengkap imunisasi merupakan syarat yang tidak bisa di tawar-tawar lagi. Sementara ada ratusan anak-anak TKI yang bermukim di sini tidak/belum memiliki kelengkapan dokumen tersebut.Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya, kedua orang tuanya atau salah satu dari orangtuanya tidak memiliki dokumen resmi keimigrasian (iqamah) sehingga berdampak pada dokumen anak-anaknya yang tidak bisa diurus, terjadinya perkawinan antar negara juga menjadi penyebab sulitnya pengurusan dokumen keimigrasian, belum lagi anak-anak hasil perkawinan tidak resmi dari orangtuanya yang juga tidak resmi.
Terlepas dari itu semua, nasib pendidikan anak-anak bangsa ini perlu mendapat perhatian yang serius. Dilematis memang, di satu sisi memberikan pelayanan pendidikan adalah suatu kewajiban sementara di sisi lain peraturan pemerintah di sini sangat ketat terkait dengan masalah keimigrasian. Ancaman di deportasi dari Tanah Suci ini mengintai siapa saja yang terbukti tidak memiliki dokumen resmi (ilegal) termasuk orang yang kebetulan sedang bersama-sama dengan warga ilegal. Jadi siapapun akan berpikir berulang kali untuk sengaja melibatkan diri bersama warga ilegal (sekalipun untuk mengajar) kalau masih berharap untuk bisa tetap tinggal lebih lama menetap di sini.
Butuh nyali dan strategi untuk membantu memberikan perlindungan pendidikan bagi anak-anak non-iqamah ini. Termasuk kesiapan di deportasi apabila sewaktu-waktu nasib sedang tidak beruntung terkena razia petugas. Melakukan pembelajaran melalui program Kejar Paket (sebagaimana yang sudah berjalan dibeberapa daerah di Saudi Arabia seperti Jeddah, Madinah, Damam dan lain-lain) adalah salah satu cara untuk memberikan pelayanan pendidikan. Dan sudah barang tentu untuk warga belajar non-iqamah ini diperlukan sikap berhati-hati dan toleransi yang ekstra.
Adanya sebuah lembaga pendidikan formal (Sekolah Indonesia di Makkah) yang kondusif dan refresentatif merupakan keinginan hampir semua warga masyarakat Indonesia yang bermukim di Makkah. Dengan harapan lembaga tersebut bisa memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal bagi semua anak negeri di sini sehingga ketika mereka harus kembali ke tanah air pelajaran anak-anaknya tidak tertinggal dari teman-temannya.
Keberadaan sekolah Indonesia di Makkah yang resmi “memiliki ijin operasional baik dari Kemdiknas maupun Kementerian Pendidikan Saudi Arabia” di bawah pembinaan langsung perwakilan Indonesia setempat, tidak hanya sekedar sebagai sekolah perlindungan tetapi lebih dari itu akan menjadi kebanggaan bagi warga Indonesia di Makkah karena keberadaannya sejajar dengan sekolah-sekolah asing yang berada di Makkah seperti Pakistan, India, Turki, Bangladesh, dll. Wallahu’alam.