Panah-panah hujan
tak kuasa menembus
kaca jendela yang sedari tadi
tampak berkabut dijilat kuyup
Namun panah-panah hujan
sanggup menembus
kisi-kisi hati meresap
hingga ke celah nurani
Hingga tubuh ingatan basah
kenangan pun meruah
mencipta banjir di benak
ingatan sontak tenggelam
Tak ubahnya biduk karam
di tapak-tapak waktu
yang berputar hingga
kembali ke titik nol
Namun ujung paruh hujan
mengajak ingatan berlari
seperti sepasang sejoli
yang memutuskan kawin lari
Lantaran restu
jauh panggang dari api
restu bak barang langka
peninggalan zaman purbakala
Aku tak mencari
sebentuk kenikmatan di sela
setiap seruputan sekedar
hangati sukma beku
Di antara pikir
yang carut-marut serta
pergolakan batin yang
tiada henti mengajak
Ingatan berlarian
tak tentu arah menggelandang
jiwa pun terengah-engah
di atas masa silam berdiri pongah
Seolah menantang kesepian
menertawakan nurani
yang disandera lengan sunyi
hingga nyaris mati berdiri
Sebab permata bahagiaku telah
dicuri perompak dikedalaman
samudera asa dan sementara ia
tak sedikitpun bermodal kapak
H 3 R 4
Jakarta, 02/05/2023