Mereka mengolok-ngolokku tatkala
melihat sepasang kakiku telanjang
tanpa kenakan selembar alas kaki
Tawa mereka riuh dan tiba-tiba
menjelma sebilah belati menguliti
di atas tubuh papaku dan kurasakan pedih
Aku gigit pilu aku reguk genangan pahit
aku kunyah nelangsa dan aku telan lara
tatkala melintasi di atas bentala kian renta
Waktu tak ubahnya parang terkadang
tebasannya buat aku mengerang
di atas bentang garis nasib memanjang
Hati kecilku berteriak lantang pada
debur ombak pada tebing-tebing curam
pada muram dan murungnya wajah langit
Kuseret langkah-langkah gontai
dengan pecahan kaca bening berurai
jatuh berderai mencipta gerimis kecil
Berkelebat sebongkah ingin dalam diri
tuk lebih dari sekedar miliki
sepasang sepatu tersemat di kaki
Namun jauh lebih dari itu
aku ingin miliki pabrik sepatu
seraya menyeka permata kesedihan
Hingga kering dan lalu melangkah
membawa sesayat luka bersarang
lantas menyalakan pematik api ambisi
H 3 R 4
Jakarta, 23/12/2022