Perempuan itu tak ubahnya
setanqkai mawar merah
merekah indah helai kelopaknya
Teramat ranum dan molek
menanti saat tuk dipetik
masihlah amat lugu dan belia
Mekar dan bertumbuh
seiring tubuh mulai padat berisi
sebagaimana jelang mendewasa
Ia kerap ceria serta
rekahkan seulas senyum
pada seraut wajah semesta
Nikmati saat-saat bertumbuh
hingga kelak dipetik jemari takdir
yang menggelitik benak
Namun tak disangka tak dinyana
keindahan ragawi terinjak
buat tubuh jiwa koyak
Dan tak kuasa berteriak
di antara nafas memburu
memahat secodet keliru
Lengan durjana terjulur
dituntun kelebat benak kotor
penuhi sampah di beranda kepala
Mawar merah pun tercabik
hingga helai kelopak ragawi rontok
kasar dipreteli satu demi satu
Lalu Mawar hanya dapat
pecahkan air matanya dan
lelehkan kesedhan sederas hujan
Tanpa suara tanpa sepatah kata
hanya rintih pedih menikam ulu hati
di atas jiwa raga remuk redam
Terkapar di hamparan amarah
kecewa dan rasa tak terima meronta
mata berlumur benci hingga ubun di kepala
Mawar yang selama ini kerap dijaga
dari tangan bersimbah debu
dibentengi tinggi kekhwatiran
Ternyata dimangsa buas layaknya
sepiring hidangan menggugah selera
di atas meja kenyataan
Tanpa sejumput rasa bersalah
tanpa sekerat iba lalu leluasa
mencampak raga terkulai
Sejak saat itu setitik noda terpahat
Mawar hanya dapat menggigit
ujung bibir di sela hatinya teramat sakit
H 3 R 4
Jakarta, 12/10/2022