Kulucuti paras purnama
nan ayu bermata sayu
tengah berdiam di ufuk hening
singgasana kelam malam
Diselimuti selembar langit
berhias remah-remah
cahaya gemintang lalu-lalang
dan tertusuk ilalang senyap
Takada tawa mengembang
mungkinkah sang dewi malam
tengah datang bulan hingga
rasakan nyeri bukan kepalang
Ataukah seulas senyuman
disembunyikan jelaga kelam
hingga hanyalah pekat yang dapat
melumat dan mengikis senyuman
Sehingga nyaris habis dan
para penikmat juwita pasi hanya
dapat terperangah dalam desah
ah pekat nan jahat gerutunya
Hanyalah ia yang dapat
mereguk saripati dari
tetesan-tetesan dahaga
tandasnya pialang damba
Kulucuti paras melankolia
milik purnama masih tetap sama
seperti malam-malam kemarin
tawa raib dibawa terbang gagak hitam
Dan batang leherku yang
serasa kram lantaran terlalu
sering mendongak ke arah atap langit
dalam penguasaan sang raja kelam
Juwita pasi di mana dirimu
tampakan derai senyummu
biarkan desau bayu mencumbu
dan aku mengecup bibir pilu
H 3 R 4
Jakarta, 08/08/2022