Warna cat dinding pucat pasi
serupa dengan wajahku
begitupun bantal serta bedcover
mengusung warna senada
Hari ke hari netraku menatap
jarum-jarum waktu
yang seakan berjalan merayap
layaknya hewan melata
Belum lagi indera penciumanku
seakan dipaksa terbiasa
menghidu aroma obat menyengat
nan teramat kuat
Aku masih menjadi seorang
penghuni ruang pengap
serta pesakitan yang harapkan
tangan-tangan keajaiban
Nasibku tak ubahnya sebutir
telur di ujung tanduk
dan keajaiban itu serasa kian
jauh panggang dari api
Aku akrabi runcing jarum suntik
menusuk-nusuk arteri
dan kudapati hari demi hari
ragaku kian ringkih
Tatkala orang mensia-siakan
hela nafas hidup
sebaliknya aku tengah berjuang
harapkan kesembuhan
Seandainya saja aku dapat
menukar jiwaku
tak peduli berapapun harga namun
hidup sangatlah bernilai
Hanya orang sakit jiwa atau mungkin
orang yang sudah bosan
menghuni alam fana yang sudi
menukar selembar jiwa
Dan sehelai nyawa takada yang
kuasa memperjual beli
harapan hidup untukku kian tipis
setipis helai rambut di kepala
Kutatap tetes demi tetes cairan
dalam botol infus
bulirnya menetes satu persatu
mengalir dalam
Laju darahku bukan untuk
memperpanjang
nafas hidupku bukan pula
untuk sembuhkanku
Mungkin memberiku hanya sedikit
kelonggoran waktu
guna menikmati senyum mentari
mengintip malu-malu
Dari balik jendela kamarku
dan hari esok
merupakan misteri bagiku
takada seorang pun
Yang sanggup pecahkan
teka-teki hidup
apakah esok selembar nyawa
masih menghuni raga
H 3 R 4
Jakarta, Â 12/4/2022