Seonggok bunga
tergolek di aspal
dihujani air mata
dari pelupuk semesta
sekeping hati nan tulus
kemudian mengangkat
raga ringkihnya
dari lembah nista
dari kubangan pekat
lumpur dosa
dari genangan comberan
berbau menyengat
mengusap lembut
setiap helai kelopak
yang tiada berdaya
tercampak dan terdepak
dalam rintih isak
menindih jiwa
di dada bergemuruh
segumpal rasa sesak
tangan-tangan tulus
meraih bunga berlumur noda
mengenakannya dengan
baju kehormatan tanpa
sorot mata merendahkan
menggapainya agar tak
leluasa diinjak-injak
lelaki durjana yang gemar
menghisap sari bunga
hingga terkulai layu
direjam waktu
membusuk oleh masa
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta, 16/02/2022