Kepal tinju menghantam tembok bertubi, hingga jemari memar dan luka. Berteriak sekerasnya dengan suara melengking tinggi luapkan emosi membakar hangus hati.
Please set me free
let me out of here
i don't want to be here
kali ini dengan suara parau
Namun tembok-tembok bisu tak ada yang peduli, sebab ruang dikepung terali besi. Raga terkungkung. Hingga kurun waktu yang teramat lama, ganjaran atas perbuatan.
Dosa masa lalu menghempaskan kedalam ruang sempit berukuran sepetak, kebebasan terampas direnggut paksa. Bisa apa selain menerima nasib menjadi warga Binaan.
Ingin mengecap alam kebebasan dan menghirup embus udara kemerdekaan, keluar dari ruang pengap yang membuat nafas rasa tersengal tak ubahnya ikan kehabisan air.
Namun sepertinya kebebasan hanya ilusi, mimpi manis di siang bolong. Sebab terjegal pasal berlapis, membuat rasa hati teriris. Namun lagi-lagi hanya bisa menghela nafas.
Tatap mata menerawang jauh menembus langit penyesalan, menggedor tembok pertobatan. Bak burung dalam sangkar lantaran mendobrak aturan dalam tatanan.
Duduk termenung seraya menopang dagu menatap, tembok-tembok lusuh menjadi saksi bisu sekelumit kisah perjalanan hidup malang melintang dalam dunia kelam kriminalitas.
Kebebasan serasa kian jauh terengkuh dari genggaman, sejauh jarak Bumi dan Matahari. Hari-hari menghitung hari serasa amat panjang dan dilanda kebosanan.
Bagaimana jika seumur hidup mendekam di
balik pengap sel jeruji besi...? menua di dalamnya. Tiba-tiba bayang ketakutan menyergap. Serasa lunglai seluruh sendi.
***
Hera Veronica Sulistyanto
Jakarta | 17 Januari 2021 | 22:25