Di ruang berukuran tak seberapa besar
seorang perempuan tengah duduk
di kursi kayu dengan asbak tergeletak
dihadapannya tenggelam dalam resah hati
Seraya sebatang kretek di sela jari nan lentik
dipilin-pilin lalu disesapnya dalam-dalam
kemudian tatap matanya nanar menabrak
tembok yang bisu untuk semua Cerita pilu
Perihal keluh kesahnya yang mau tak mau
harus ditelannya mentah-mentah
disembunyikan rapat dalam lipatan waktu
namun sorot matanya tak kuasa
Menyimpan resah gelisah jiwa yang mendera
membawanya pada puncak gamang dan
seakan tengah terjadi pertarungan sengit
di ruas kepala serta pergulatan batin
Disesapnya lagi batang kretek
dengan nafas yang kembang kempis
serta dada yang naik turun dengan
sebelah lengan menumpu ujung dagu
Sepertinya ia tengah berpikir akan sesuatu
di antara ribuan resah menampar jiwa
membuatnya tak sanggup berkata-kata
hanya terdengar hembus hela nafas
Saat-saat seperti ini yang sangat
dibutuhkan hanyalah batang sigar
yang mampu sedikit redakan resah hati
mengusir gundah gulana yang bertakhta
Ia kunci rapat bibir nan mungil
untuk semua kesedihan yang berayun
manja di dahan relung hati miliknya
hingga tak seorangpun tau perihal lara
Ia pendam seluruh kisah getir dalam
kubur hatinya dalam-dalam yang
membuatnya terjerembab lebih dalam
pada pusara hening tak ada sesiapa
Kecuali Sunyi dan senyap
rasa sepi yang kerap menari-nari indah
di ruang benak dan jiwa seraya
tersenyum kecut dan menatap sinis
Dengan sorot mata tajam
siap merobek jiwa
tak ubahnya pedang waktu
yang terhunus ke arahnya
***
Hera Veronica Sulistyanto
Jakarta | 11 Desember 2020 | 16:32