Hujan berderai . . .
menimpa atap genting
mencipta riuh irama titik air
Bulir-bulir air berjatuhan
melonjak kegirangan
sejurus kemudian memecah
Di tubuh aspal membujur
rupa aspal sontak kuyup diguyur
mata langit yang tak henti menangis
Cucurkan butiran bening
sebening embun yang hinggap
di daun dan di dahan kehidupan
Di luar hujan masih berderai
kian deras mencucuk dan merasuk
setiap inchi pori daksa Bumi
Langit digelayuti tirai kelabu
dalam selubung pagi yang seakan
mewujud sendu dalam indraku
Hujan menyeduh aroma tanah basah
sebasah tubuh aspal dalam pelukan gigil
lantaran tak jua kunjung reda
Dan aku masih saja
duduk manis di beranda
menatap hujan seraya
Menenun kata mengais aksara
menyusun diksi hingga menjadi
Larik-larik puisi dalam kembara Imaginary
***
Hera Veronica Sulistyanto
Jakarta | 10 Desember 2020 | 05:41