Kala itu...
dihadapan api unggun
kita saling terdiam
tanpa banyak kata terucap
hanya mampu pandangi
lamat-lamat api
membakar hangus kayu
hingga menjadi serpihan debu
Kulihat di sepasang
mata Elangmu
lidah api menjilat
tumpukan ranting kering
melahapnya rakus hingga
serpihan Bara memercik
dan terdengar suara terbetik
Lalu api yang beringas
memantul pada raut wajahmu
yang merupa semerah Bara
kau dan aku terus menatap
api yang mengamuk dan meliuk
di atas susunan kayu
masih dengan disandera hening
Hening yang enggan menepi
dan sepi yang memenjarakan diri
hanya terdengar hela nafas
yang kembang kempis
serta dada yang naik turun
dilanda kebisuan ditelan
alam pikir masimg-masing
Seharusnya terasa hangat
sebab api kian menjadi
membesar dan menghanguskan
menyisa serpihan Bara menyala
dan terus menyala dikipasi angin
tiada kehangatan hanya kebekuan
pada hatiku dan hatimu
Sebab kita telah menjelma
menjadi dua orang asing
yang tatap mata kita
tak sehangat dulu
dan tawa renyah kita lenyap
menguap entah kemana
Aku asing di matamu
dan kaupun begitu
aku dan kau
pernah sedekat urat nadi
pernah saling mengakrabi
pernah saling mengikat janji
seperti janji Matahari
***
Hera Veronica Sulistyanto
Jakarta | 22 November 2020 | 22:52