Dibentengi pagar Betis milik Aparat
dengan tameng serta kawat berduri
yang sedianya menghalau jalan kami
Tak gentar serta ciut nyali kami
guna mengetuk nurani
yang semoga belum Mati
Pekik terus menggema membahana
membumbung tinggi di udara
menembus batas cakrawala
Seiring lantang teriakkan
suara-suara keadilan bagi nasib kami
riuh bergemuruh merobek dada
Pecahkan gendang telinga penguasa
yang sepertinya nyaris tuli serta
mencongkel mata hatinya
Gelombang masa yang merangsek
di antara barisan Barikade
terus menyeru rintihan pilu
Atas nasib kami yang dikangkangi
penguasa durjana yang sepertinya
tengah asyik masyuk berkelakar
Dengan nasib-nasib kami
dengan jerit yang tertahan
akhirnya meledak ibarat bom waktu
Tumpah ruah turun ke jalan
hanya untuk suarakan gaung
ketidak adilan milik rakyat Jelata
Seakan menjelma mantra
mengalir deras di pembuluh nadi
membuat berdesir darah kami
Sontak seketika menyulut api angkara
serta kobarkan semangat juang
menyala membakar hangus jiwa
Di bawah sengatan pijar matahari
meneteskan bulir-bulir peluh
luruh berjatuhan ke aspal
Bumi Pertiwi Restui Pejuangan Kami
menuntut hak-hak kami yang di kebiri
Penguasa yang telah kehilangan Nurani
***
Hera Veronica
Jakarta | 12 Oktober 2020 | 22:47