Lapuk usia di gilas laju zaman
seiring renta terbaca dari sorot mata tua
Kepingan uang logam berdenting di baki
sisa uang receh kembali
Kali ini ada tuan yang bermurah hati
setelah yang lain lalu lalang tanpa peduli
Menolehpun enggan hanya selintas lewat
tanpa meninggalkan kesan
Lelaki uzur dengan gitar tua
terus memetik gitar miliknya
Dengan jemari keriput berkerut
seraya senandungkan tembang lawas
Yg serasa asing di telinga sebab tak sezaman mungkin zaman para pendahulu atau
Zaman kompeni atau zaman kuda gigit besi
entahlah yang jelas lagu itu
Tak pernah diperdengarkan kembali
ia terus menggenjreng gitar
Seraya bernyanyi tentang sisa usia
yang terlunta dan hidup sebatang kara
Duduk bersila mengharap belas kasihan
demi keping uang logam tak seberapa
Agar bisa di tukar dengan bungkusan
nasi berisi lauk ala kadarnya
Guna mengisi perut yang sedari tadi
riuh berbunyi lantaran kelaparan
Lelaki uzur dengan gitar tua
yang di matanya tergambar derita
Derita yang tak pernah terkatakan
hanya dipendam di kedalaman kubur hati'y
Tentang pahit getir hidup yang acapkali
harus di telannya mentahmentah
Sebab pasangn jiwa tlah trlebih dahulu tiada
raga berkalang tanah terbenam di perut bumi
Lelaki tua akan selalu menggenjreng gitarnya
hingga nanti tutup usia mnyusul belahan jiwa
Menuju tempat terindah Nirwana
***
Hera Veronica
Jakarta | 17 Juni 2020 | 17:23