Tetapi, apakah kita pernah mengamati peristiwa di sekeliling kita bahwa ada hal lain yang di luar pengamatan secara fisik?
Polusi pikiran.....
Mungkin atau dapat dipastikan bahwa banyak orang membantah. Dan akan mencibir bibir dengan memanjangkan nya seperti Tukul Arwana. No problem, itu hak mereka...
Mari kita amati atau kita renungkan secara dalam dengan pikiran yang jernih. Untuk apa??? Itu jawaban sebagian orang....
Okay. Silakan tinggalkan tulisan ini. Jangan diteruskan membacanya....
Ketika seseorang meninggal, banyak penelitian telah membuktikan bahwa bobot si orang yang mati berkurang +/- 21 gram an. Padahal, jika kita teliti secara fisik, tidak satupun benda yang hilang. Ia hanya hilang roh nya. Jiwa tidak hilang. Karena jiwa bukan lah roh. Jiwa abadi adanya. Tidak pernah lahir dan tidak pernah mati. Roh beda.
Roh terdiri dari pikiran, perasaan, dan emosi. Perasaan dan emosi berpangkal dari pikiran. Ketika melihat sesuatu, kita berpikir. Akibatnya, emosi dan perasaan bergejolak. Karena pikiran adalah getaran, maka ia materi. Dari hasil penelitian juga bahwa ketika frekuensi semakin rendah angkanya, pikiran semakin tenang. Saat seseorang marah, pikirannya bergetar atau berdenyut sangat tinggi. Frekuensi atau getaran pikirannya semakin tinggi. Kepadatan materi yang dihasilkan semakin tinggi.
Perasaan dan emosi semakin memanas atau tinggi. Ini semua adalah energi. Dan energi memberikan dampak pada sekitar kita. Dapat dipastikan bahwa ketika emosi atau pikiran tergerak lebih cepat tentu berhubungan dengan kenyamanan indrawi. Kenyamanan indrawi tentu terkait dengan benda duniawi. Di sini permasalahannya. Sebab memikirkan benda atau materi, akibat yang dihasilkan pada kualitas pikiran juga sama. Kualitas bendawi atau identik dengan kepadatan bendawi.
Jika kebanyakan orang yang saat meninggal hanya memikirkan benda duniawi, sekian juta atau milyar roh bergentayangan berkualitas bendawi. Mereka tidak ringan. Dengan kata lain, mereka tidak bisa menembus lapisan bebas gravitasi. Alhasil, mereka jadi materi pencemar udara. Ini dari segi kualitas roh yang membuat udara sekitar kita polusi. Mungkin banyak orang berpikir dan menggerutu: 'Dasar penulis kurang kerjaan dan ngawur !!!' Lha jika ngawur mengapa dibaca? Bukan kah dari awal sudah diingatkan, Jangan diteruskan membacanya?
Mari kita lanjutkan....
Saat kita hidup. Bukankah kita selalu berpikir????
Apa yang kita pikirkan tentu menciptakan gelombang pikiran. Jika kualitas pikiran kita masih saja tentang bendawi, tentang kenyamanan yang berhubungan dengan indra, dapat dipastikan kita menjadi kontributor pencemar udara. Â Pikiran yang hanya mementingkan golongan, kelompok, dan diri sendiri adalah sifat ego. Bukankah pikiran seperti ini tidak selaras dengan getaran semesta? Sifat dari alam semesta adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama agar kita bisa hidup dengan bahagia bersama. Ini juga sifat sag Maha Jiwa, Tuhan seru sekalian alam.
Bukankah para nabi juga telah berpesan bahwa kehadiran manusia di bumi sebagai rahmat?
Kita tidak merasa bersalah bahwa kita lah sesungguhnya pencipta bencana di muka bumi. Benarkah pemanasan global karena kehendak Tuhan??? Memang siapa yang membuang gas CO2 di udara?
Pikiran kita yang hanya bergerak di kesadaran badan atau kenikmatan indrawi telah berkontribusi terhadap mutasi dari virus di alam. Mereka jadi licik. dari mana pikiran licik??? Jelas dari manusia yang selalu licik cara pikirnya...
Lantas bagaimana solusinya???
Sangat mudah hanya sulit dilakoni. Tetapi bukan tidak mungkin. Ubah cara pikiran dari hanya memikirkan bendawi ke arah pemikiran evolusi kesadaran. Bagaimana berpikir selaras dengan sifat alam atau Tuhan. Berpikirlah pada Kesadaran Jiwa.........
Kesadaran jiwa membuat kita bahagia abadi. Karena jiwa abadi, maka kebahagiaan juga abadi.......
Besar kemungkinan anda akan bertanya:
Bagaimana mengukurnya???
Sangat mudah !!!!
Amati sekitar kita. Jia tingkat kejahatan menurun atau tidak banyak penyakit aneh, berarti sudah benar cara berpikir kita.
Atau, jika kita tidak stress memikirkan yang materi, berarti pikiran kita sudah tidak dicemari polusi pikiran.
Atau jika tidak banyak anak autis lahir, berarti tingkat polusi pikiran berkurang...
Edan!!!!
Yup... Tepat sekali!!!
Ini pikiran orang gila !!!!
Tetapi, siapa yang akan mendapatkan manfaatnya jika kita mulai cara pikir yang positif bagi sekitar kita???
Bukan kah kita bersama???