Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Makna di Balik Pengorbanan Nabi Ibrahim...

16 September 2014   22:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:30 140 0
Suatu kisah yang menarik pada nabi Ibrahim ketika diminta oleh Tuhan melewati mimpi agar mengorbankan anaknya. Pengorbanan bukan seharusnya dimaknai secara harfiah agar nabi Ibrahim membunuh anaknya. Jelas suatu hal yang tidak masuk akal.

Mengorbankan anak berarti menyerahkan sesuatu yang sangat bernilai atau berharga. Misalnya saja suatu ketika seorang ayah atau ibu disandera oleh seorang perampok. Si perampok menyandera anak dari ayah atau ibunya. Sudah tentu si orang tua akan bersedia menukar dengan harta benda apapun demi keselamatan anak. Inilah keterikatan orang tua terhadap anak.

Pencapaian nabi Ibrahim sudah pada tingkat tertinggi sehingga sudah bisa memutuskan keterikatan dirinya terhadap harta benda. Satu keterikatan yang mesti dilampaui agar mencapai tingkat kenabian adalah memutuskan keterikatan terhadap darah dagingnya sendiri. Suatu hal yang amat sulit. Namun beliau sadar sepenuhmya bahwa hubungan darah hanya terjadi antara badan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan jati diri dari badan nabi Ibrahim bukanlah badan.

Nabi Ibrahim sangat sadar bahwa kehadirannya di bumi untuk mencari jati dirinya. Jika beliau tidak bisa memutuskan keterikatanpada kesadaran tubuh, beliau tidak akan mencapai tingkat kenabian. Seorang nabi adalah utusan Tuhan untuk menyampaikan kebenaran jati diri manusia. Dengan memberikan contoh keberanian nabi Ibrahim untuk mengorbankan anaknya, sesungguhnya beliau menyampakan pesan agar setiap manusia berani memutuskan rantai keterikatan antara anak dan orang tua.

Jika seseorang tidak mampu memutuskan keterikatan antara ayah dan anak, ia akan jadi budak pikiran. Keterikatan darah antara ayah dan anak adalah paling akhir. Jika seorang ayah bisa memutuskan keterikatan darah ini, semua keterikatan pikiran terhadap benda dapat dengan mudah terlepaskan.

Lantas apa makna hewan kurban????

Yang dimaksudkan dengan hewan kurban bukan lah secara harfiah menyembelihnya, tetapi sifat hewaniah yang ada dalam diri manusia. Keterikatan dalam diri manusia terhadap benda duniawi lah yang menyebabkan terjadinya kekacauan di muka bumi.

Rasa kepemilikan dalam diri manusia terhadap harta, wanita, dan tahta menjadikan manusia berperilaku seperti hewan. Bahkan lebih parah daripada hewan. Hewan hanya cukup makan sesuai kebutuhannya, manusia tega merampas harta yang bukan menjadi hak nya untuk ditumpuk. Ia membudakkan diri pada keinginannya.

Saya teringat akan ucapan Mahatma Gandhi:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun