Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Pilihan

Filosofi Sepakbola Indonesia

16 Februari 2015   00:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 247 1

Sore itu kebetulan saya nonton Live nya. Timnas U-22 yang kalah kelas dari Suriah U-22 dengan skore 0-3 dalam pertandingan persahabatan di Stadion Delta Sidoarjo pada Sabtu 14 Februari 2015. Saat itu penyiar TV menyatakan bahwa Aji Santoso akan menerapkan filosofi ala Barcelona yaitu umpan-umpan pendek untuk mengatisipasi postur tubuh para pemain Suriah yang tinggi. Diharapkan dengan pola umpan pendek dan mengandalkan kecepatan pemain Timnas U-22 ini bisa membuat peluang-peluang untuk mencetak gol. Filosofi tersebut memang bagus namun disayangkan Timnas U-22 bukan Barcelona yang sudah memahami filosofi seperti itu bertahun-tahun. Timnas U-22 masih belum mampu menerapkannya dengan baik.

Lini tengah Timnas U-22 yg dikomandoi Evan Dimas dan Paulo Sitanggang sesungguhnya sudah bermain lumayan namun seolah poros ini terputus ke lini depan karena striker kita tidak ada yg memiliki kemampuan yang cukup membaca umpan-umpan mereka. Timnas U-22 mulai menunjukkan permainan yang padu dan mulai berani menekan pemain-pemain Suriah yang cenderung bertahan. Pada menit ke-42, Anthony Putro Nugroho mendapatkan peluang, namun peluang tersebut gagal karena bisa ditepis penjaga gawang Suriah. Kesempatan berikutnya terjadi pada menit ke-54 ketika tendangan Andik Rendika Rama masih melambung di atas mistar gawang. Terlihat jelas ada rantai yang terputus antara lini tengah dan lini depan demikian pula lini belakang yang seolah-olah tidak memiliki seorang breaker atau defender mildfielder. Walaupun pada menit-menit akhir seorang Zulfiandi diturunkan namun kesatuan antar kedua lini tersebut tetap tidak berfungsi. Demikian pula di lini depan saat Ilham Udin masuk namun tidak membawa dampak yang berarti.

Banyak pekerjaan utk Aji Santoso. Ball posision yg lemah dan mental bertanding para pemain harus mendapat perhatian. Jika performa ini tdk bisa diperbaiki maka menjadi pertanyaan apakah mampu bersaing dengan Korea Selatan yang kualitasnya ada di atas Suriah. Filosofi sepakbola Aji Santoso ternyata belum banyak dihayati oleh para pemain dan tentu butuh waktu untuk memahami filosofi tersebut.

Memang tidak mudah membuat filosofi dalam sepakbola. Kini saatnya Indonesia harus menetapkan filosofi yang tepat untuk sepak bola nasional. Segenap komunitas sepak bola di Indonesia harus bekerja sama untuk menentukan filosofi tersebut. Hal ini disampaikan oleh Direktur Teknik PSSI, Pieter Huistra, saat Kongres 2015 PSSI di Hotel Borobudur beberapa waktu yang lalu. Menurut pria Belanda itu, penentuan filosofi sepak bola termasuk hal yang penting untuk dilakukan. “Kalau kita sudah tahu filosofi yang baik, kita bisa menerapkan pada sistem kepelatihan kita. Kita berharap bisa meyakinkan klub untuk dapat menerapkan filosofi sepak bola dan untuk bekerja secara lebih efisien untuk dapat meningkatan sepak bola di negara ini,” ujar Pieter. Sejak direkrut PSSI untuk menjadi Direktur Teknik, Pieter sudah banyak berdiskusi dengan pelaku sepak bola Indonesia untuk mencari filosofi yang tepat bagi sepak bola Indonesia. Dengan filosofi yang tepat maka dapat diterapkan bagaimana seharusnya tim-tim Indonesia bermain, serta memanfaatkan talenta talenta yang bertebaran dimana-mana.

Filosofi tersebut harus bisa menjadi landasan bagi pembinaan usia muda dan pendidikan pelatih. Program ini harus didukung oleh adanya pedoman dasar yang menjadi standar sepakbola Indonesia yang menjadi acuan semua pelatih dalam menjalankan kegiatan kepelatihan termasuk didalamnya menjabarkan sasaran dan target yang ditetapkan PSSI dalam kurun waktu tertentu untuk meraih juara.

Kapan kita Juara?. Tanya kepada PSSI.

Bandung 15 Februari 2015

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun