10 Januari 2011 13:26Diperbarui: 26 Juni 2015 09:451540
Aaaahh gerimis,... Rintik air ini selalu kembalikan memori tentang kamu. Tentang drama singkat yang pertemukan kita kemarin-kemarin, dipersimpangan perasaan.Kamu dan kesemrawutan itu begitu cantik. Seperti jakarta di senin pagi, atau jum'at malamnya. Ya benar, jum'at malam saat traffic begitu berdinamika, saat orang berlomba-lomba pulang, di iring hujan yang mengundang genangan.Anjing, parau ku memaki binatang!.Kau tahu... Aku memaki harum nafasmu yang senantiasa tinggal dirongga-rongga kotor hidung. Tak mau hilang saat kubersinkan, bahkan saat ku basuh dengan wudhu.Aku memaki paras, aku memaki nafas. Aku memaki pesona serta keremajaan itu.Kau tahu... Aku menangisiku, aku menangisimu... Aku menangisi kita yang cengeng meratapi ini.Dan lalu, ku baca lagi roman-roman bodoh Shakespeare.. Ku telaah kembali kegilaan Gibran, penyair sinting yang tetap mengagumkan.Sungguh, kita tak sepadan. Karya yang kita tulis, hanya sebatas stensil murahan. Yang dijaja pengasong, tukang TTS dan koran di tahun 1998.Sungguh, sayang... Kisah kita tak sepadan. Kita hanya stensil murahan......!!!
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Akun Terverifikasi
Diberikan kepada Kompasianer aktif dan konsisten dalam membuat konten dan berinteraksi secara positif.