Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

A Cook's Tour, Ketika Hidup Tak Berulang

25 April 2014   22:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11 56 1
Anthony Bourdain, seorang yang berprofesi sebagai penikmat kuliner dunia, termasuk kuliner ekstrem dari berbagai negara di Asia dan Afrika, memiliki acara yang enak ditonton, yakni A Cook's Tour dan ditayangkan di Asian Food Channel sejak beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Anthony Bourdain terlihat di stasiun teve TLC. Baik Asian Food Channel dan TLC bisa dinikmati melalui sistem teve berbayar. Murah, kok, Rp150.000 per bulan cukup kok.

Saya memang mulai menyukai acara kuliner. Bila sebuah acara menyajikan makanan Eropa atau Amerika, maka pelajaran yang hendak saya  petik adalah bagaimana menciptakan dan menikmati makan yang sehat, secukupnya (tak harus banyak seperti karakter Asia dan Afrika), namun tampak berkelas dan bergizi, walau sesungguhnya bahan dasar makanan tersebut dari kebun belakang rumah.

Bila acara kulinernya menyajikan makanan dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin, maka pelajaran yang hendak saya petik adalah ada kekompakan dalam pembuatan makanan itu, dan sesungguhnya makanan dari ketiga wilayah itu sangat kaya akan gizi dan asal-muasal bahan pangannya.

Sebenarnya, Indonesia sendiri merupakan surga kuliner. Namun hal itu tak bisa dipromosikan dengan baik. Berbeda dengan Filipina yang berhasil mempromosikan kulinernya dengan baik melalui Lembaga Pariwisata Nasional Filipina. Begitu juga dengan Penang, kota kecil di Malaysia, yang justru mahir dan gesit menyajikan kuliner yang didominasi keturunan China (maaf, saya pakai istilah Chinan karena di Malaysia enggak dipakai istilah Tionghoa. Maaf ya, jangan tersinggung).

Enggak percaya? Lihat saja sajian kuliner di Asian Food Channel yang bisa dikemas apik, seakan-akan kota kecil itu memiliki riwayat dan keberagaman kuliner yang mantaf. Padahal, kota Medan bahkan memiliki kekayaan kuliner yang jauh lebih dahsyat ketimbang Penang.

Bahkan, riwayat makanan yang berasal dari keturunan Tionghoa telah memengaruhi, atau terpengaruhi, serta diserap banyak "jenis" lidah manusia yang tinggal di ibukota propinsi Sumatera Utara ini, baik lidah keturunan Tionghoa, keturunan Tamil, Batak (Toba, Karo, Sipirok, Angkola, Mandailing, dan lainnya), serta lidah Melayu.

Namun semua itu tak tergarap dengan baik karena memang tak ada kemampuan dari pemerintah setempat untuk bekerjasama dengan swasta lokal dalam mempromosikan dan menjual kuliner lokal ke luar negeri, atau setidaknya ke propinsi lain. Yang terjadi malah kota Medan saat ini sedang diserbu dan diseragamkan lidahnya oleh para penjaja kuliner dari pulau Jawa.

Tak heran kalau di Medan sekarang didominasi jualan ayam penyet, bebek penyek, lele, dan makanan yang berasal dari kultur Jawa (mayoritas) dan Sunda. Menghadapi gempuran kuliner Jawa, kuliner Padang dan Melayu bersatu menghadapi gempuran itu dalam berbagai bentuk rumahmakan bertitel rumahmakan Melayu dan Minang.

A Cook's Tour

Kembali ke acara A Cook's Tour, saya senang melhat tayangan ini. Sebab, pembawa acara ini, Anthony Bourdain, bersikap adil dan tak berpura-pura dalam menikmati makan dari benua lain di luar kultur kelahirannya, yakni Perancis (Eropa). Anthony Bourdain bahkan nekat bangun pagi-pagi agar bisa menikmati kuliner, terutama kepiting dan tiram, saat bersama masyrakat nelayan Vietnam atau di berbagai negara yang dikunjunginya.

Sambil merokok, Anthony Bourdain yang berbadan langsing (dan terkesan seperti tak pernah mandi atau tak pernah mau tampil rapi) selalu menunjukan kegairahan dan ketidaksabarannya menikmati makanan yang dibuat oleh masyarakat yang dikunjunginya.

Terkadang, sambil makan atau melihat proses pembuatan makanan (seperti membakar bebek yang dilumuri tanah terlebih dahulu oleh sebuah komunitas nelayan di Vietnam atau Kamboja), Anthony Bourdain berfilsafat dan mengkritik pola makan orang Eropa dan Amerika.

"Saya tak mengerti mengapa orang-orang di Amerika dan Eropa selalu tergesa-gesa makan, dan makanan yang mereka makan pun seperti tak bergizi. Tidak punya seni dan keindahan. Beda dengan apa yang dilakukan orang Asia," puji Anthony Bourdain sembari melihat masyarakat yang dikunjunginnya masak bersama-sama.

Nah, salahsatu tayangan A Cook's Tour yang sangat nikmati ditonton adalah yang mengisahkan tentang berkumpulnya kembali Anthony Bourdain dan adiknya Chris yang lama tinggal dan bekerja di New York,  AS, dan kembali ke kampung halaman mereka di Perancis. Lidah kedua abang beradik yang dipisahkan jarak dua tahun ini sudah tak seperti orang Perancis, melainkan lidah Inggris Amerika karena begitu fasih menggunakan bahasa Inggris.

Seri yang satu ini benar-benar menggugah. Anthony Bourdain dan Chris adiknya sepakat menyusuri masa kecil mereka, dari mulai di mana mereka membeli makanan di warung favorit mereka semasa kecil, membeli dan menikmati sup kesukaan keluarga mereka, juga menikmati sosis kesukaan ayah mereka saat Anthony Bourdain dan adiknya Chris dibawa berlibur ke pantai yang sering dikunjungi kaum pekerja Perancis di akhir pekan.

Mereka juga teringat dengan foto bersama mereka di depan rumah bibi mereka (yang kemudian sudah dijual namun keasliannya tetap dipertahankan sang pemilik baru), lalu mereka kemudian berfoto dengan pose yang sama di depan pagar rumah bibi mereka seperti waktu mereka kecil. Anthony Bourdain dan Chris adiknya berupaya sekuat mungkin menjalani dan menikmati liburan dan melahap makanan dan minuman sewaktu mereka kecil.

Mereka begitu tulus mengingat masa kecil mereka dan berupaya melakonkannya sekuat mungkin. Namun, mereka akhirnya sadar. Masa kecil mereka yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun, tak mungkin kembali. Kenikmatan makanan dan minuman yang mereka lahap ketika kecil, dan kemudian coba dilahap di saat mereka telah sangat berusia matang (hebatnya, semua makanan dan minuman yang mereka lahap sejak kecil, tetap ada di daerah asal mereka, dengan citarasa yang sama dan penyajian yang sama), benar-benar membuat memori mereka seperti utuh kembali.

Makanan dan minuman telah mampu membuat mereka kembali ke daerah asal mereka. Tak ada sentimental di dalamnya, tak ada tangis, tak ada ada tawa berlebih. Namun Anthony Bourdain dan Chris adiknya seperti menyepakati bahwa kenikmatan dan kemewahan kuliner mereka di masal kecil telah membawa mereka matang dan berkelana ke berbagai belahan dunia, jauh dari tempat mereka berasal.

Namun mereka juga sadar, bahwa masa kecil tak akan pernah kembali. Hidup tak akan pernah berulang dan begitu-begitu saja. Kampung mereka di sebuah desa di Perancis, mungkin keadaaanya tetap begitu, sebuah kawasan nelayan di Montpellier yang asri dan ditata apik. Rumah tetap seperti yang dulu. Makanan dan minuman tetap seperti yang dulu.

Tetapi mereka tak lagi punya sanak-saudara di situ. Hanya jejak kenimatan dan kemewahan ala keluarga kelas pekerja dan nelayan-lah yang telah mampu membuka cakrawala berfikir mereka, sekaligus mampi keluar dari jebakan streotif yang menyebutkan bahwa (kuliner) Eropa dan Amerika ada di atas (kuliner) Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Terutama Anthony Bourdain, ia telah membuktikan bahwa ada banyak kenikmatan makanan dan minuman di berbagai belahan dunia lain, bahkan di daerah terpencil yang harus dilalui melalui perahu mesin. Namun, sekali lagi, itu hanya bisa dipromosikan, tetapi tak bisa dinikmati terus-menerus sepanjang masa. Sebab, badan manusia akhirnya punya masa batas.

Anthony Bourdain tahu benar kalau masa kecilnya hanya bisa diingat dan dijalani dalam bentuk romantika saja. Tak bisa berulang, tapi tetap bisa meninggalkan jejak kebahagian hidup di masa tua. Hidup kuliner, terimakasih kepada Anthony Bourdain yang telah membuka mata dunia, terutam Eropa dan Amerika, tentang banyaknya kuliner nikmati di luar kedua daerah itu. Peradaban (kulinari) tak hanya milik benua putih, tetapi juga benua kuning, cokelat, hitam, bahkan paduan di antara warna-warni manusia tersebut. Tabik!!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun