Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Rupiah Dipermainkan?

20 September 2014   01:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:11 186 0
Situasi yang tak mengenakkan harus saya dan keluarga alami. Salahsatu anggota keluarga kami harus menjalani perawatan medis di Penang, Malaysia. Ini pilihan pahit, sebenarnya. Sebab, dengan unsur nasionalisme yang tinggi, kami sebenarnya memilih untuk berobat di dalam negeri. Tapi apa lacur, dokter dan rumahsakit di tempat anggota keluarga kami dirawat ternyata hanya memikirkan keuntungan saja.

Mosok selama 7 hari dirawat, pemeriksaan medis seperti dicicil dengan tujuan agar pasien lebih lama dirawat di rumahsakit, dan tentu saja ini membawa keuntungan kepada rumahsakit. Hari 1 disuruh puasa, hari 2 disuruh periksa darah, hari 3 dibiopsi, dan lain-lain. Karena kami protes keras dan terus-menerus bertanya kapan pasien dioperasi (namun tak dapat jawaban pasti) akhirnya kami bisa mengeluarkan anggota keluarga kami itu dari rumahsakit itu.

Kami harus menebus lebih dari Rp 25 juta untuk anggota keluarga kami yang "hanya tidur-tiduran tanpa diperiksa intensif" oleh pihak rumahsakit. Kami memutuskan membawa beliau ke Penang, Malysia. Ini juga berdasarkan saran dari tetangga dan sanak-saudara. "Ketimbang dihisap bangsa sendir, lebih bagus kasih duit ke bangs asing tapi perawatan medis jelas," ujar tetangga.

Dan kami pun menuruti saran itu. Singkat kata, hanya 2 hari dirawat di Penang, Malaysia, dokter dan rumahsakit setempat kasih rekomendasi operasi dengan biaya yang terukur dan jelas. Semua dibeberkan ke keluarga pasien, baik dokter yang merawat dan menangani pasien maupun jumlah biayanya.

Saya tak bermaksud menceritakan soal atau perkara medis ini. Namun, itu adalah preambule yang mengarah pada soal pembahasan rupiah, uang kebanggaan negara kita, Indonesia. Saat memutuskan berobat ke Penang, Malaysia, maka rupiah demi rupiah pun dikumpulkan keluarga besar kami untuk ditukarkan ke ringgit Malaysia.

Tapi, alamak....saat uang puluhan juta rupiah dikumpulkan dan terasa sangat tebal, setelah ditukarkan ke ringgit Malaysia, ketebalan uang itu justru jauh berkurang. Ternyata, uang rupiah yang dipakai untuk membeli ringgit ternyata harus banyak disediakan. Tapi, terasa sekali rupiah dipermainkan oleh tangan-tangan tak nampak.

Saat hendak ditukarkan ke sebuah pemerintah, permainan rupiah itu sangat terasa. Petugas bank yang ada di pojok kiri bilang 1 ringgit bisa didapat dengan dengan nilai Rp3690 dengan syarat pembelian minimal Rp5 juta dan ditukarkan dalam satuan ringgit tertentu. Itu terjadi pada pukul 09.00 WIB.

Di saat yang sama, petugas bank pemerintah itu yang ada di pojok lainnya menyebutkan ringgit Malaysia bisa diperoleh secara eceran, tanpa harus dipatok pembelian harus minimal Rp5 juta atau berapa pun itu. Namun, nilai 1 Rm dipatok dengan nilai Rp3.717. Duh, jauh sekali beda antara tawaran petugas di bank yang sama.

Lalu, kami memutuskan untuk mengecek di beberapa money changer. Alangkah terkejutnya kami. Sebab antara money changer yang satu dengan lainnya justru terasa ambil keuntungan yang besar terhadap pembelian matauang asing, termasuk ringgit. ereka malah menawarkan Rm1 = Rp 3.725 sampai Rp3.730. Sungguh luar biasa rakusnya.

Lalu siang hari kami memutuskan untuk mengumpulkan uang lebih banyak dan menukarkan ke ringgit ke petugas bank pemerintah yang kami datangi sebelumnya. kami lalu ke petugas bank yang ada di pojok pertama yang menawarkan pembelian ringgit dengan minimal paket Rp5 juta. Tapi upppsss, saat kami datang, petugas itu bilang ringgit telah menjadi Rp3.695 per Rm1. Sementara rekannya yang di pojok tetap dengan penawaran Rp3725.

Akhirnya kami menukarkan ke ringgit dengan nilai tukar Rp3.695. "Enggak apa-apalah. Yang penting ada uang untuk biaya berobat beliau," ujar saya dalam hati. uang pun bisa kami peroleh untuk biaya berobat anggota keluarga kami. Lalu, hari berikutnya, butuh tambahan ringgit lagi. Dan kini, ringgit dipatok mulai dari Rp3.745, lalu di sore hari, saat bank dan money changer hendak tutup, Rm1 ditawarkan menjadi Rp3720.

Kami lalu memutuskan menukarkan uang itu ke travel yang mengurusi perjalan perobatan anggota keluarga kami itu. Dan nilai yang dipatok -setelah tawar-menawar (aneh juga ya, kok bisa tawar - menawar)- akhirnya disepakati Rm1 = Rp3.725. Dan aung pun kami kirimkan kembali kepada anggota keluarga kami yang telah berada di Penang, Malaysia.

Sungguh tak habis pikir, kenapa rupiah kita terasa begitu lemah. Adakah tangan-tangan tak nampak (invisible hands) yang bermain atas hal ini. Kalau dulu Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad menuding taipan Amerika Serikat keturunan Yahudi yang lahir di Hungaria, George Soros, di balik keruntuhan matauang berbagai negara di Asia Tenggara, apakah kini ahl itu dilakukan lagi oleh pihak lain untuk keuntungan mereka sendiri.

Kok bisa begini rupiah kita ya? Kapan bisa rupiah kita bisa kuat? Menunggu redenominasikah atau menguatkan dulu ekonomi makro dan mikro kita baru bisa berbicara soal penguatan rupiah? Atau, jangan-jangan ini karena dunia kedokteran kita yang antah-berantah dalam melayani pasien sehingga pasien memilih untuk berobat ke luarnegeri, termasuk Penang, Malaysia, sehingga karena banyaknya permintaan atas ringgita atau matauang asing lainnya, maka harganya menjadi mahal?

Kalau ada yang tahu jawaban atas problem ini, bolehlah kita saling bertukarpikiran. Sebab, tersinggung juga saya melihat rupiah begitu loyo di hadapan matauang asing. Tabik, salam persahabatan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun