Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Alam & Tekno

Pengaruh Pemberian Air Kelapa Hijau terhadap Penurunan Dismenore pada Remaja di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Tanggul

29 Juni 2024   19:10 Diperbarui: 29 Juni 2024   19:34 38 0

  • Masa remaja merupakan masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada umur 11-20 tahun. Pada masa peralihan tersebut individu matang secara fisiologik, mental, emosional dan social. Pada masa peralihan seorang wanita akan mengalami menstruasi. Berbagai masalah yang timbul pada menstruasi merupakan masalah ginekologi yang sering dikeluhkan oleh remaja, salah satunya yaitu dismenore (Sandra Handayani et al., 2020). Dismenore disebut juga kram menstruasi atau nyeri menstruasi. Nyeri menstruasi terjadi terutama di perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar hingga ke punggung bagian bawah, pinggang, panggul, paha atas, hingga betis. (Sinaga et al., 2017).

  • World Health Organization (WHO) tahun 2021 Angka kejadian berdasarkan kejadian dismenore adalah 1.769.425 (90%) wanita yang menderita dismenore, dengan 10-16% menderita dismenore berat. Angka kejadian dismenore di dunia sangat tinggi. Besar rata-rata lebih dari 50% wanita menderita karenanya. Di Indonesia tahun 2021 angka kejadian dismenore adalah 64,25%, terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (Sartika and Nurmalita, 2023). 

  • Sedangkan, di Jawa Timur angka kejadian dismenore berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRR) Provinsi Jawa Timur tahun 2021 ditemukan sekitar 4.653 remaja mengalami dismenore. Angka kejadian dismenore primer sebanyak 4.297 (90,25%) dan yang lainnya mengalami dismenore sekunder sebanyak 365 orang (9,75). Sekitar 70-90% remaja yang mengalami nyeri menstruasi atau dismenore akan terpengaruh aktivitas akademis, sosial dan olahraga (Meinawati and Malatuzzulfa, 2021).

  •  Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah remaja Kabupaten Jember pada tahun 2021 pada usia 15-19 tahun berjumlah 95.973 jiwa dan usia 20-24 tahun berjumlah 98 –104 jiwa. Dari data tersebut menunjukkan 54,98% remaja putri memiliki keluhan saat haid yakni dismenore (Natasya Divani, 2023). Menurut studi pendahuluan yang di lakukan di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Tanggul mayoritas remaja yang mengalami dismenore sebanyak 62 remaja (87 %) dan tidak mengalami dismenore sebanyak 8 remaja (13 %).

  • Penyebab dismenore adalah terjadinya kontraksi yang kuat atau lama pada dinding rahim, hormon prostaglandin yang cenderung tinggi dan perlebaran leher rahim saat mengeluarkan darah haid dan terjadinya kontraksi miometrium yang terlalu kuat saat mengeluarkan darah haid (peluruhan lapisan endometrium uteri, bekuan darah (stolsel), sel sel epitel dan stoma dari dinding uterus dan vagina serta cairan dan lendir dari dinding uterus, vagina dan vulva) sehingga menyebabkan ketegangan otot saat berkontraksi dan terjadilah nyeri saat menstruasi. Dismenore memiliki dampak tidak baik pada kehidupan remaja, dismenore dapat mengakibatkan aktivitas terganggu, prestasi akademik lebih rendah, mengganggu kinerja dan kualitas tidur, berdampak negatif pada mood, serta menyebabkan kegelisahan dan depresi. Selain itu remaja putri yang mengalami dismenorea akan merasa terbatas dalam melakukan aktivitas khususnya aktivitas belajar disekolah (Rumanti, Yanniarti and Sri Rahayu, 2022).

  • Penanganan dismenore dapat dilakukan secara farmakologis maupun non-farmakologis. Dalam mengurangi rasanya nyeri banyak cara yang telah dilakukan untuk penanggulangan dismenore di kalangan remaja putri, salah satunya ialah dengan tindakan non farmakologi baik cara tradisional dan pemberian obat. Selain itu dibutuhkan pendidikan kesehatan kepada remaja putri untuk penanganan dismenore, didasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa didapatinya suatu pengaruh pendidikan kesehatan atas tingkat pengetahuan remaja putri, hal ini terbukti dari data penelitian terkait mengenai pengetahuan remaja sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan mengenai dismenore dan penanganannya secara non farmakologi untuk mengurangi nyeri dismenore pada remaja putri. Penanganan dismenore secara farmakologis sering kali kurang diminati oleh remaja. Sebaliknya, penanganan secara non farmakologis sering diminati karena caranya yang mudah dan tidak memerlukan banyak alat dalam mempraktekkannya (Handayani, Putri and Nurita, 2022).

  • Sebagian besar remaja mengalami dismenore dan selama menstruasi belum ada penanganan yang bisa meringankan gejala dismenore. Rasa nyeri yang dirasakan juga bermacam-macam ada yang merasa seperti tegang daerah perut, perut terasa kembung. Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi dismenore yaitu usia, usia menarche, siklus menstruasi dan lama mengalami dismenore. Adapun faktor lain bisa dari lingkungan, lingkungan berpengaruh terhadap penanganan dismenore pada remaja. Di lingkungan pondok pesantren tidak ada tim kesehatan, sehingga apabila mengalami dismenore di atasi dengan seadanya (Luky Febriani, 2022).

  • Masa pubertas ini pematangan organ reproduksi yang terjadi yaitu aksi hipotalamus hipofisis, dan ovarium. Dari kelenjar hipofisis mengeluarkan hormon LH (hormon Luteinizing) dan FSH (Hormon Penstimulasi Folokel) yang  dipengaruhi oleh realising hormon (RH) merespon produksi gonadotropin yang mengandung estrogen dan progesteron, hormone tersebut dapat mempengaruhi endometrium yang tumbuh. Apabila tidak ada pembuahan akan menyebabkan terjadinya regresi pada korpus luteum, penurunan hormon progesterone dan peningkatan prostaglandin yang merangsang myometrium sehingga terjadi iskemik dan penurunan aliran darah ke uterus menyebabkan rasa nyeri (Sandra Handayani et al., 2020).

  • Remaja putri di Pondok Pesantren sebagian besar jika mengalami dismenore  diatasi dengan cara bermacam-macam seperti istirahat total, minum kunyit dicampur asam, dikompres dengan air hangat menggunakan botol kaca, dikeroki daerah perut, periksa ke tenaga kesehatan dan ada yang di biarkan saja sampai nyeri sembuh. Berdasarkan hasil penelitian di atas didapatkan bahwa masih tinggi kejadian dismenore. Sehingga diperlukan usaha untuk mencegah terjadinya dismenore melalui pendekatan non farmakologis sehingga dapat membantu remaja putri dengan memberikan air kelapa hijau.

  • Pemberian terapi air kelapa hijau dapat membuat otot rahim berelaksasi karena ketika dismenore terjadi peningkatan prostaglandin yang mengakibatkan otot rahim berkontraksi. Maka dari itu, tubuh yang kekurangan kalium akan lebih mudah mengalami dismenore. Saat mentruasi terjadi kekurangan Magnesium yang dapat menyebabkan peningkatan sintesis mediator angiotensin II dan produksi tromboksan serta vasokontriksi hormon prostaglandin. Oleh sebab itu interaksi magnesium dan kalium dikontrol oleh ikatan spesifik reversible protein-kalium pengikat yang mengatur ke membran regulasi oleh pompa kalium magnesium. Sehingga saat terdapat magnesium dan kadar kalium akan menurun hal ini akan menyebabkan relaksasi otot polos dan vasodilatasi karena terjadi penurunan aktivitas kalium menyebabkan adanya dismenore. Proses penyerapan kalium dan magnesium dalam tubuh membutuhkan waktu 2 jam untuk mengurangi rasa nyeri dengan mengendalikan aktivitas neuromoskular sehingga apabila tubuh kekurangan kalsium maka akan meningkatkan rangsangan neuromuscular yang mengakibatkan kontraksi otot, sedangkan magnesium berperan dalam menghambat sekresi ketokalamin yang menyebabkan kontraksi uterus berkurang dan memperlancar suplai darah sehingga rasa nyeri menurun.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun