Di serambi waktu, aku dengan segenap deritaku berdiri melambai tangan. Berdiri berjalan membawa gumpalan nyawa dalam nurani kemanusiaan, sepanjang semesta tapi tak ada yang berdegup.
Apakah?
aku pantas di hukum dalam bayangan-bayang kepunahan, ingin aku gapai mimpi martabat semua bangsa dapat berdamai.
Apakah?
Karena aku hanyalah mutiara hitam yang dibenci sepanjang peradaban manusia sempurna. "Kalian dengarlah suaraku"
Aku berjalan sepanjang bibir pulau-pulau, mengetuk hati nurani, sekali lagi hati nurani. Dari pintu-pintu itu, tak ada yang dapat membukanya. Jikalau Tuhanmu melerainya, biarlah hanya pada ilalang yang menghiasi wajah semesta juga biarlah mata semesta alam memperhitungkan wajah-wajah kezaliman.
Ia kalian saudaraku, yang beriman juga berakal budi. Ia Kalian! Dengarlah! suaraku.