Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Misteri Kesuksesan

12 Juni 2014   02:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:09 47 0
Dengan merayu belas kasihan warga Jakarta, Amir (13 tahun) memiliki penghasilan seratus hingga dua ratus ribu rupiah per hari.  Saat saya bertanya, "Maukah kamu mengganti profesimu menjadi pedagang?" Amir menjawab, "Tidak mau. Duitnya dikit." Saya tersentak. Banyak sekali orang berpendidikan tertinggi sekarang lebih memilih bekerja di bidang yang banyak duitnya daripada yang lebih banyak gunanya. Saya berpikir, "Apakah bedanya dengan Amir?"

Saya jadi teringat kala di Kalama. Kala itu, saya hendak memberikan materi pentingnya pendidikan kepada siswa dari SD sampai SMP. Namun, saya berdebat dengan diri sendiri, “Buat apa mereka harus sekolah tinggi-tinggi?” Toh, alam di Kalama dapat memberikan hasil cengkih dan pala (yang sangat mahal) dengan melimpah serta lautan yang tak henti memberi hasil. Belum lagi, Kalama memiliki sarang burung yang amat mahal. Tambah lagi, para pemuda gemar mencari emas di Nabire dengan hasil (kalau dapat) mencapai ratusan juta.

Bandingkan dengan beberapa contoh anak SMA bahkan kuliah yang terlantung-lantung mencari kerjaan. Kalau pun ada, gajinya kecil sekali. Malam itu, saya menuntaskan kegamangan dan mulai meyakinkan diri membawa materi itu sepekan ke depan.
--------------------------------------------------------------------------------------
Saya memulai kelas dengan, “Siapa yang mau jadi orang sukses?”

Hampir semua orang mengangkat tangan.

“Bagaimana orang sukses itu?”

Punya banyak uang, punya mobil sendiri, punya rumah, dan berbagai jawaban sejenis berhasil saya kumpulkan menjadi jawaban.

Saya ganti pertanyaan, “Siapa tau pahlawan atau tokoh hebat?”

Soekarno, Jendral Sudirman, Superman, Batman, sampai Jaka .... (tokoh yang tren di sinetron Indosiar dulu) terkumpul melengkapi pertanyaan tadi.

“Kenapa mereka hebat?" Saya menanyakan satu per satu murid yang menyebutkan tokoh hebat tadi.

“Superman jago berkelahi.”

“Berkelahi buat apa?” tanya saya balik.

“Menyelamatkan bumi,” jawabnya.

“Jendral Soedirman berjuang untuk bangsa Indonesia”

“Soekarno membuat Indonesia Merdeka”

Dan jawaban lainnya.

“Apakah Soekarno sukses?”

“Yaaaaaa.”

“Apakah Superman sukses?”

“Yaaaaaa”

“Mereka sukses karena berguna bagi orang lain. Apakah itu orangnya satu, orangnya satu bangsa, atau orangnya sedunia. Pak Guru punya cerita. Hari (sesuatu), Pak Guru pernah bantu angkat beras omanya Adriel dari pantai ke rumahnya. Pak Guru rasanya senang sekali. Pak Guru bahagia sekali karena sudah bantu oma Adriel. Siapa yang pernah seperti Pak Guru?”

Setelah ditunjuk, anak-anak mulai menuangkan pengalamannya.

“Saya rasa senang sekali waktu ada bantu mama menjaga adik”

“Saya rasa senang sekali waktu ada bantu pikul beras Oma Fero dari Apenglawo”

Dan beberapa jawaban lain.

Bahkan, kebahagian ternyata sangat sederhana,

“Saya dapat lihat anak anjing Oma Marco masuk di sungai. Lalu, saya bergegas memberitahukan ke Oma Marco. Anjing itu dapat selamat walau gemetar terus. Oma Marco terus berterima kasih sama saya. Saya senang sekali sampai hampir mau menangis.”

“Dari cerita kalian, saat kalian membantu orang lain, siapa yang bahagia?”
Semua mengacung.

“Siapa yang bangga pada diri sendiri?”

Semua mengacung.

Nah, itulah yang Soekarno, Soedirman, Soeperman, dan lainnya rasakan. Mereka senang sekali mau tolong orang lain. Mereka rasa bahagia sekali. Mereka bangga sama diri sendiri. Sedangkan Desi yang baru tolong anak anjing sudah senang sampai mau menangis, bagaimana Soekarno yang tolong jutaan orang dengan buat Indonesia. Soeperman yang tolong dunia. Itulah sukses saat bisa berguna bagi orang, bisa tolong orang, bisa buat orang senang.

Sekarang, Pak Guru mau tanya, “Ferry (nama samaran) yang baru pulang dari Nabire bawa uang 200 juta itu sukses ngak?”

Serempak siswa menjawab, “Tidak”

“Kenapa?”

“Ferry setiap hari mabuk-mabukan. Dia sering berkelahi. Putar musik keras-keras. Buat keributan”

“Jadi sukses harus punya banyak uangkah?”

“Tidakkkk”

“Bahagia ngak kalau kalian jadi Ferry?”

“Tidaaaak”

“Bangga ngak kalau jadi Ferry?”

“Tidaaaak”

“Sukses itu apa? Berguna buat ....?”

“Orang lain”

“Sukses itu ulangi!”

“Berguna buat orang lain”

“Berguna buat orang lain itu bisa buat ba.....”

“Bahagia”

“Dan bang....”

“Bangga pada diri sendiri”

Saya menambah pertanyaan, "kalau kita mau sukses yang lebih besar berarti harus apa? Siapa mau jawab?"

“Berguna buat lebih banyak orang”

“Ya, siapa yang mau berguna bagi Kalama?”

“Sayaaaaaa.”

“Bagi Indonesia?”

“Sayaaaaaa”

“Bagi Dunia?”

“Sayaaaaa”

“Caranya?”

Diam sejenak. Kemudian mulai lagi melempar jawaban..

“Soekarno pernah menyerahkah?"

“Tidaaaak”

“Soedirman?”

“Tidaaaak”

Saya menjawab, “Sama seperti Soekarno, Soedirman, dan Soeperman. Harus jadi orang yang ngak pernah menyerah buat berguna bagi orang lain. Kalau harus belajar, jangan pernah menyerah belajar. Kalau harus berperang, jangan pernah menyerah. Kalau kita rasa yakin ada yang bisa berguna orang lain atau banyak orang jangan pernah menyerah. Kalau harus sekolah tinggi pun supaya bisa berguna bagi orang lain, jangan pernah menyerah! ”

“Jadi sukses itu apa”

“Berguna bagi orang lain”

“Berguna bagi orang lain itu bisa buat?”

“Bahagia dan bangga bagi diri sendiri”

“Jadi kalau mau sukses buat banyak orang itu, jangan pernah ....?”

“Menyerah”

“Bagaimana mau sukses bagi orang lain?”

“Jangan pernah menyerah”

Saya ulangi itu beberapa kali.

*Cuplikan saya membawakan materi ‘itu’ di Kelas VII SMP.
**Saya ubah ke bahasa Indonesia yang menurut saya benar
***Beberapa bagian saya ringkas
-------------------------------------------------------------------------------
Kembali pada malam itu, malam saya merenungkan hendak membawakan apa bagi anak-anak. Malam itu, saya membayangkan, “Saya ingin jadi apa anak-anak itu?” Akhirnya, “Saya lebih ingin melihat mereka jadi orang berguna buat orang lain, kampung, bangsa, dan dunia.” Saya membandingkan mereka memakai toga lengan panjang dan korupsi membuat saya mengetuk tembok tiga kali.

Malam itu, saya memutuskan mengganti materi pentingnya pendidikan dengan kesuksesan. Dan kesuksesan dalam arti berguna bagi orang lain, menaruhkan kebahagiaan dan kebanggaan pada diri sendiri, dan tidak pernah menyerah untuk menjadi berguna bagi orang lain.

Dan, malam ini, materi yang saya renungkan beberapa waktu lalu menjadi pengingat penting untuk memutuskan langkah ke depan.

Kesuksesan = berguna bagi orang lain = menorehkan kebanggaan dan kebahagiaan pada diri sendiri.

Ya, menorehkan kebahagiaan dan kebanggaan pada diri sendiri!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun