Namun bukan berarti jalan tertutup, untuk menjadikan warga negara ASEAN mudah dalam bertransaksi mata uang, jika mereka bepergian ke negara-negara ASEAN. Berkat kemajuan teknologi QR code, kini warga ASEAN bahkan tak perlu lagi menukar uang jika melakukan kunjungan ke salah satu negara ASEAN.
Semua itu terwujud berkat Bank Indonesia (BI) yang senantiasa mendorong konektivitas atau keterhubungan antarnegara, atau yang biasa disebut sebagai cross border transaction. Salah satunya, melalui Regional Payment Connectivity (RPC) yang tengah digarap BI bersama bank sentral negara-negara ASEAN lainnya.
Regional Payment Connectivity dapat memberikan kemudahan dalam pembayaran lintas batas negara. Salah satu kerja sama yang telah terjalin adalah antara Indonesia dan Thailand dalam pembayaran menggunakan QR code.
Keuntungannya, turis yang datang dari Thailand tak perlu susah menukar uang Bath ke Rupiah saat berkunjung ke Indonesia. Mereka bisa memanfaatkan QRIS untuk melakukan pembayaran di merchant Indonesia.
Sebaliknya, jika warga Indonesia berkunjung ke Thailand, mereka dapat menggunakan QR code untuk berbelanja di Thailand. Tentu sangat praktis dan tidak merepotkan baik saat berada di negara Thailand, maupun saat kembali ke Tanah Air.
Bank Indonesia diketahui sedang giat-giatnya memperluas kerja sama dengan negara-negara lainnya. Dikutip dari bi.go.id, Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) sepakat untuk memperkuat dan meningkatkan kerja sama konektivitas pembayaran di kawasan.
Kerja sama ditujukan untuk mewujudkan dan mendukung pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif. Kerja sama tersebut dituangkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (NK) Kerja Sama Konektivitas Pembayaran Kawasan pada 14 November 2022 di Bali. Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Sementara Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyoroti bahwa tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu, untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.
Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi,  kondisi likuiditas yang lebih  ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan  pengaruh kuat dolar. Dalam hal ini, Gubernur Perry menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran, dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.
Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transactions -- LCT) dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3.
Jika sistem pembayaran dengan QR code dan QRIS menunjukkan performa positif, bukan tidak mungkin akan menjadi pilot project bagi seluruh negara dunia. Pada akhirnya, ketergantungan pada mata uang tertentu menjadi pudar dengan sendirinya dan setiap mata uang memiliki kekuatan tersendiri.
Penggunaan QRIS dan QR code hendaknya berlaku bagi seluruh transaksi pembayaran, baik kecil maupun besar. Dengan demikian, dominasi Dolar Amerika Serikat (AS) yang selama ini kerap membuat inflasi, tidak akan terjadi lagi.
Indonesia maupun negara ASEAN dan negara-negara lainnya yang ikut mengadopsi, bisa secara perlahan keluar dari tekanan Dolar AS. Tentu akan tiba saatnya, rakyat dunia tidak akan lagi melihat tempat penukaran uang maupun harga jomplang mata uang.
Jika semua mata uang memiliki kekuatan masing-masing, tentu Dolar AS maupun mata uang kuat lainnya seperti Euro maupun Pounsterling, tidak lagi dihiraukan masyarakat dunia. Maka dengan sendirinya akan timbul kesetaraan mata uang, dan demikian inflasi yang disebabkan harga mata uang ini tidak akan terjadi lagi.
Rakyat Indonesia tentu mendukung penuh BI untuk terus memperluas kerja sama ke semua negara yang terhubung dengan Indonesia. Negara lain pastinya juga akan menjadi pertimbangan, karena mereka tentu juga mau lepas dari ketergantungan pada Dolar AS atau lainnya.
Agar semua berjalan mulus, tentu dibutuhkan kepatuhan dan kejujuran pada kerjasama yang telah disepakati. Jika ini terlaksana, maka Indonesia dan negara-negara yang ikut bergabung akan merdeka dari perbudakan mata uang yang selama ini menjadi momok dalam pembangunan dan kemajuan ekonomi suatu bangsa. (*)