Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Jalan-jalan Ke Terowongan Sasaksaat (Photo Essay)

8 Juni 2013   12:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:21 4891 3

Penulis berkesempatan hiking ke Stasiun KA Sasaksaat, terowongan KA, hingga ke stasiun KA Maswati. Kedua stasiun itu masuk wilayah Kabupaten Bandung Barat. Penulis melakukan hiking tersebut bersama dua teman.

Dari wilayah pinggiran Ibukota, kami bertiga menumpang kendaraan umum menuju sebuah jalan raya yang terdapat jembatan KA, dekat dengan stasiun Sasaksaat. Kami turun dari sebuah mobil semacam angkot, tetapi berukuran lebih besar yang orang sering sebut dengan Elf.

Begitu turun, pemandangan alam membentang di hadapan mata. Ngarai yang tertutup pepohonan menampakkan pemandangan hijau. Jalur rel KA melintas di atas jalan, memanjang menyeberang ngarai. Di seberang, jalur KA terlihat menyilang di bawah badan jalan tol Cipularang.

Di mulut terowongan, kami satu persatu berfoto. Buat kenang-kenangan, begitulah seperti kata orang. Terowongan ini dibuat tahun 1902-1903.

Tiba-tiba, sekitar 100an meter menjelang ujung terowongan, terdengar suara klakson lokomotif yang keras dari arah depan. Cuma satu dua detik lantas muncul sosoknya yang garang dengan sinar lampunya yang menyilaukan. Pak Aang cepat mengomando kami semua untuk berlindung ke lubang di dinding. Teman yang paling depan masuk ke lubang terdekat dia di sisi kiri. Pak Aang dan teman satu lagi masuk ke lubang di sisi kanan. Penulis yang tertinggal teman-teman segera mencari lubang di sisi kiri. Pak Aang membantu menerangi lubang dimaksud. Segera penulis masuk. Lubang itu mempunyai tinggi sekitar 2,25 – 2,5 meter, lebar sekitar 1,5 meter dan ketebalan/kedalaman sekitar 75 cm. Penulis tidak mengukur, tetapi itu berdasarkan ingatan mengatakan sekitar itulah ukurannya.

“Wus wus wus” terdengar suara angin kencang dari KA yang melintas cepat di depan mata. Anginya benar-benar kencang menerpa wajah dan tubuh penulis. Sempat khawatir juga. Suara KA begitu bergemuruh. “Seru, seru sekali nih pengalaman” penulis membatin senang.

Setelah KA berlalu, penulis segera keluar dari lubang perlindungan untuk segera memotret KA dari belakang. Karena kurang cahaya, dan modalnya cuma kamera HP, maka yang didapat hanya dua titik sinar merah. Itulah lampu belakang KA. Selebihnya hitam, karena memang terowongan itu gelap gulita.

Setibanya di luar terowongan, penulis membuat foto mulut terowongan dari sisi yang satu lagi. Kami berpisah dengan pak Aang. Sambil mengucapkan terima kasih kami menjabat tangannya. Tak lupa kami menyisipkan selembar uang sebagai tambahan ungkapan terima kasih kami.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun