Rumah Pelangi. Begitulah pengelolanya memberi nama bagi tempat yang berjarak sekitar 60an km ke arah Utara dari kota Pontianak. Kawasan yang terletak di jalan lintasan Trans Kalimantan ke arah kecamatan Tayan ini oleh warga sekitar juga dikenal dengan nama Bukit Tunggal.
Rumah pelangi merupakan salah satu kawasan konservasi yang secara administrasi berada di dusun Gunung Benuah, desa Teluk Bakung, kecamatan Sungai Ambawang, kabupaten Kubu Raya. Sebuah kawasan yang dulu gersang, namun telah disulap dan kini menjadi kawasan hijau yang ditumbuhi berbagai tanaman khas lokal oleh pengelolanya. Kawasan ini juga menjadi tempat sasaran kunjungan multi-pihak dengan berbagai kepentingan. Tempat ini baik untuk memanjakan diri Anda yang menyenangi suasana hijau sekaligus menyegarkan otak dari rutinitas kala liburan. Bagaimana sesungguhnya kawasan yang dikelola Komunitas Kapusin ini?
Rumah Pelangi
Hadirnya Rumah Pelangi tidak lepas dari sosok Pastor Samuel Oton Sidin, OFM Cap. Pria sederhana kelahiran 12 Desember 1954 asal kampung Peranuk di kecamatan Teriak, kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat ini adalah seorang imam Ordo Kapusin yang dithabiskan tahun 1984. Ia juga adalah alumnus pendidikan doctorat dari Antonianum, Roma, tahun 1990 dengan judul disertasi: ”The Role of Creatures in Saint Francis’ Praising of God”.
Ide soal konservasi sesungguhnya telah dimulai ketika beliau menjabat Kepala Provinsial Orde Kapusin di Kalimantan Barat. Menyadari bahwa pelestarian alam merupakan bagian dari spiritualitas, maka komunitas Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFM Cap) memandang perlu mencari tempat untuk persinggahan yang kala itu akhirnya disepakati harus dipadukan dengan upaya penghijauan sebagai bentuk upaya kepedulian terhadap lingkungan. Dibantu P. Bonifasius (alm), P. Benyamin dan Nandat (seorang umat Katolik asal kampung Pabuisat’n), maka didapatlah tanah milik lebih dari sepuluh warga sekitarnya dengan luas awal 80 Ha. Kawasan yang dulunya masuk wilayah kabupaten Pontianak itu akhirnya menjadi tanah milik Keuskupan Agung Pontianak.
Penamaan Rumah Pelangi sebagai tempat yang kini sebagai kawasan penanaman, pelestarian dan konservasi (arboretum) tersebut, menurut Pastor Samuel terinspirasi dari cerita Nabi Nuh. Sebagaimana diceritakan dalam Alkitab Perjanjian Lama, setelah keluar dari Bahtera, menyaksikan pelangi terbit di langit dan saat itu dikatakan tidak akan pernah ada lagi bencana menimpa manusia. Pelangi juga dikatakan menjadi simbol kerukunan atau perdamaian universal antara manusia dengan alam maupun manusia dengan Sang Pencipta. Dipilihnya Rumah Pelangi dengan maksud mengingatkan keinginan hidup berdampingan dengan segala sesuatu termasuk dengan alam sehingga ada kedamaian antara manusia, dengan hewan, dan lingkungannya.
”Pelangi adalah tanda perdamaian dan harmoni dengan semua; Allah dan ciptaan-Nya, antara langit dan bumi dan dengan sekalian makhluk. Dengan memakai “pelangi” sebagai nama, kita berharap, rumah ini menjadi penebar harmoni. Setiap orang yang datang, datang dengan damai dan mau mengupayakan damai dengan semua. Dari rumah ini, kiranya muncul “pelangi” damai. Kita harap, simbol ini bisa menjadi kenyataan,” paparnya.
Selain itu, juga menjadi spiritualitas Fransiskan Kapusin, karena Fransiskus dari Asisi sendiri menurut Doktor Teologi Spiritualitas Fransiskan lulusan Universitas Antonia, Roma ini adalah seorang pencinta alam yang diangkat oleh gereja menjadi santo pelindung bagi orang-orang yang berkecimpung di bidang pelestarian alam.
Sejak 13 tahun silam (tahun 2000), kawasan dengan medan perbukitan dan rawa yang pernah gersang karena terbakar ini mulai dirintis untuk dikelola. Namun inisiatif tersebut diakui mulai sejak tahun 1997. Pada awalnya dengan mendirikan pondok. Selang beberapa tahun kemudian, luas kawasan tersebut pun ditambah hingga kini mencapai lebih dari 90 Ha. Adapun tujuan utama saat itu sebagaimana penjelasan Pastor Samuel Oton Sidin, adalah untuk melestarikan dan memelihara dengan menghijaukan lingkungan sekitar. ”Saya mencoba menghijaukan lahan yang kritis ini (sempat terbakar) supaya rimbun kembali,” ungkap Pastor Samuel kala itu.
Merintis Rumah Pelangi dilakukan Pastor Samuel Oton Sidin dengan dibantu sejumlah warga sekitar. Adapun sejumlah rutinitas berikut maksud dari apa yang dilakukan saat mengembangkan kawasan konservasi tersebut; Pertama, tinggal dalam hutan, Kedua, melindungi hutan yang masih ada, Ketiga, menanam pohon-pohon, terutama pohon buah-buahan dan pohon-pohon khas Kalimantan agar pelbagai jenisnya dapat dilestarikan, Keempat, mendirikan pusat pendidikan ekologis, dan Kelima, kelak (kita) akan menjadikan Rumah Pelangi sebagai tempat wisata rohani dan ekologis
Sarana Rekreasi, Edukasi dan Spiritual
Rumah Pelangi yang dirintis sejak tahun 2000 bukan hanya sebagai kawasan konservasi untuk perlindungan alam semata. Namun demikian, tempat ini juga seringkali digunakan sebagai sarana untuk rekreasi, edukasi dan spiritual bagi para pengunjung. Kawasan Rumah Pelangi dengan keanekaragaman hayati dan upaya konservasi yang dilakukan mempunyai nilai tambah tersendiri seperti nilai ekologis, edukatif, rekreatif, dan nilai ekonomis serta nilai spiritual turut menyertainya.
Menjadi tempat rekreasi, kawasan yang kaya anekaragam tumbuhan hutan ini tentu dapat menjadi pilihan untuk menyegarkan otak dengan suasana alami yang ada. Disamping tersedia pondok pengelola yang berjarak sekitar 80 meter dari jalan Trans Kalimantan, kawasan Rumah Pelangi juga menyediakan fasilitas akses jalan lingkar, rumah retret, tempat ibadah (Gereja Katolik Kalvari), kolam dan tempat penangkaran hewan hutan, Landak.
Sedangkan sebagai tempat edukasi, daerah ini dapat menjadi ruang untuk belajar langsung di alam. Bahkan kalangan mahasiswa dan akademisi kerap menjadikan kawasan ini sebagai tempat melakukan penelitian. Dengan demikian, tempat ini juga memiliki nilai edukatif bahwa wilayah konservasi tersebut dapat menjadi tempat studi ekologis dan kegiatan ilmiah lainnya mengenai keanekaragamanan hayati dan berbagai jenis pohon oleh berbagai pihak.
Pada tahun 2008 silam misalnya, penulis bersama sejumlah rekan pernah menggunakan tempat ini untuk belajar bersama dari alam melalui kegiatan kemping rohani. Disamping berdiskusi seputar upaya pelestarian lingkungan bersama pengelola kawasan Rumah Pelangi (P. Samuel Oton Sidin), kala itu kami juga merangkai kegiatan dengan acara renungan dan pemutaran film dokumenter bernuansa edukatif dengan judul masing-masing; ”Jual Beli Perempuan dan Anak” – ”Chico Mendes”. Warga sekitar yang berbondong turut hadir menikmati tontonan film mengandung pesan sosial dalam suasana petang di tengah hutan sangat antusias.
Disela-sela kunjungan kami kala itu, Pastor Samuel Oton Sidin menyampaikan petuah; ”Bumi ini rumah kita, itu harus disadari. Menjaga untuk keapikan lingkungan, maka kita turut menjaga bumi ini yang harus dimulai dari diri sendiri, dengan membuang sampah secara teratur. Dengan kondisi alam yang begitu di porak porandakan adalah kenyataan kongkrit yang menuntut jawaban dari kita untuk menjaganya. Bagi anggota PMKRI, agar bisa menyerukan untuk melindungi alam. Keyakinan pada pada prinsip penting untuk dipertahankan.”
Nilai tambah lainnya, dimana Rumah Pelangi merupakan sarana spiritual. Kondisi lingkungan sekitar yang aman, nyaman dan jauh dari keramaian menjadi pendukung bagi siapapun yang ingin melakukan olah jiwa serta raganya. Tempat yang sepi dan nyaman biasanya menjadi tempat yang paling dicari oleh mereka yang ingin menata hidupnya dengan cara memelihara jiwa baik melalui doa maupun semadi duna semakin mendekatkan diri pada Sang Khalik. Maka dari itu, tempat ini biasanya kerap digunakan oleh pengunjung untuk melakukan sejumlah kegiatan seperti retret, rekoleksi, pelatihan maupun sejumlah kegiatan rohani lainnya
Rumah Pelangi juga memiliki nilai ekologis, dimana tempat tersebut sekaligus sebagai tempat tinggal beranekaragam flora dan fauna, termasuk penghuninya. Sedangkan nilai rekreatif, bahwasanya lebatnya pepohonan penghasil oksigen menjadi bidikan kunjungan wisata banyak orang, termasuk sebagai kawasan wisata rohani karena seringkali tempat ini digunakan sebagai media kegiatan spiritualitas seperti reatret, rekoleksi dan sebagainya. Dari sisi nilai ekonomis, apa yang diusahaka menghasilkan sesuatu yang dapat menghasilkan terpenuhinya beragam keperluan hidup seperti; kayu bakar, sayur dari hutan dan sumber obat-obatan.
Kaya Tanaman Khas Lokal
Kawasan Rumah Pelangi boleh dibilang unik. Selain sebagai kawasan yang pernah tandus karena terbakar, tempat ini juga menjadi ruang untuk menanam berbagai jenis tanaman khas lokal oleh pengelolanya.
Sedikitnya sekitar ribuan jenis bibit pohon dan tanaman buah asli Kalimantan seperti berbagai jenis mangga, mentawa, peluntan, pengan, ubah, tengkawang, bambu dan berbagai jenis pohon lainnya (termasuk kayu ulin) sudah ditanam. Selain itu juga ditanam berbagai jenis tanaman obat-obatan tradisional.
Tantangan dan Petuah Menjaga Alam
Upaya yang dilakukan pengelola Rumah Pelangi kala itu merintis kawasan perlindungan alam di daerah tersebut bukan tanpa rintangan. Rintangan Pertama menurutnya karena harus berhadapan dengan para penebang pohon, bahkan sejumlah pohon di kawasan Rumah Pelangi pernah ditebang oleh orang luar. ”Kita coba mendatangi yang bersangkutan dan memberikan pemahaman agar tidak meneruskan kegiatannya di lahan kita. Di luar lahan kita, penebangan jalan terus, termasuk pengambilan cerucuk” ungkapnya
Rintangan berikutnya, kesulitan dalam hal keuangan. Namun demikian kendala tersebut tidak menyurutkan langkah yang dilakukan. Meskipun tidak mendapat bantuan finansial dari mana pun, ia mencoba jalan terus semampunya. Ketiga mengenai sikap acuh tak acuh masyarakat kala itu. ”Sebagian besar masyarakat belum menangkap makna pelestarian lingkungan hidup. Hal itu terbukti dari penebangan yang tiada hentinya, termasuk penjualan tanah, eksploitasi tambang yang merusak alam, pembukaan lahan hutan tanaman industri, dan perkebunan sawit yang merambah hutan resapan air.”
Terakhir menurutnya yang menjadi tantangan adalah sikap yang kurang proaktif dari pemerintah, baik propinsi maupun kabupaten. Pihaknya merasa berjalan sendiri, tanpa ada perhatian.
Dibalik sejumlah tantangan, Pastor Samuel Oton Sidin juga memiliki sejumlah petuah. Satu petuah yang penting sebagaimana dikatakan bahwa; ”Bumi adalah satu-satunya tempat tinggal manusia. Karena itu, siapa pun dia, entah percaya pada Tuhan atau tidak, memiliki tanggung jawab untuk memelihara alam.” Pesan yang menyiratkan pentingnya peran bumi bagi kehidupan sehingga perlu dijaga oleh siapapun.
Ketertarikan sosoknya yang mengesankan atas upaya yang selama ini digeluti disadari bukan karena tuntutan dirinya sebagai seorang biarawan semata, namun karena minatnya yang begitu besar untuk melestarikan lingkungan.
Melalui Rumah Pelangi, Pastor Samuel mewujudkan karya pelestarian lingkungan alam. Dibandingkan dengan begitu luasnya hutan yang telah dirusak, ia menyadari tidak banyak yang bisa diselamatkan.
”Yang kita lakukan di sini adalah menghimbau dengan perbuatan kongkrit, tidak dengan paksaan dan banyak kata, tetapi dengan perbuatan. Sehari-hari kita terus memelihara yang ada dan menanam, sedikit sih yang bisa kita selamatkan tetapi ini menjadi suatu himbauan/peringatan. Ini adalah suara, himbauan, tuntutan kemanusiaan, keimanan dan kefransiskanan. Seruan aktual jaman sekarang ini,” bebernya.
Pemahaman mengenai ekologi beserta hukum-hukumnya dipandang penting untuk memperlakukan alam dengan baik. Pastor Samuel mengingatkan bahwa sebagai manusia kita harus sudah bertanggungjawab terhadap rumah tempat tinggal sendiri yakni bumi.
Ia sadar betul bahwa alam sedang dirusak dan hutan dibabat serta sungai dicemari dengan pergantian hutan dari heterogen menjadi homogen, berdampak negatif bagi terjadinya perubahan cuaca dan iklim. Selanjutnya juga berdampak terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi.
Kondisi tersebut menurutnya menuntut dirinya bertindak secara nyata. ”Jadi kemampuan alam ini untuk memproduksi oksigen berkurang, sementara produksi karbondioksida meningkat dan mengakibatkan ketidakseimbangan. Pemanasan global merupakan bagian dari dampak perlakuan yang tidak wajar terhadap bumi,” bebernya.
Setiap anggota masyarakat menurut Pastor Samuel punya tanggungjawab yang sama untuk melestarikan hutan. Sebagai bagian dari manusia, maka pemerintah dikatakan juga harus berupaya secara kongkrit untuk turut serta melestarikan alam sesuai kompetensinya.
Raih Kalpataru
Usaha yang dilakukan Pastor Samuel Oton Sidin pantas diapresiasi. Melalui usaha yang dilakukan tanpa ”sorak sorai” selama ini, ia ditetapkan sebagai penerima penghargaan Kalpataru dari pemerintah Indonesia kategori Pembina Lingkungan pada tanggal 5 Juni 2012, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan.
Adapun sejumlah kegiatan yang dilakukan di Rumah Pelangi sebagaimana usulan yang disampaikan kala itu, diantaranya melakukan; a)Penanaman kembali lahan kritis yang pernah terbakar, b) melestarikan jenis-jenis buah, khususnya yang asli Kalimantan dan jenis-jenis kayu khas Kalimantan, dengan mencari bibit dari berbagai tempat dan menanamnya pada lahan yang tersedia, c) membuat pembibitan jenis tanaman langka (kayu-kayuan, bambu, buah-buahan dan rotan), d) mendirikan “Komunitas Centre ” untuk pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan sosialisasi tenteng pelestarian alam, e) konservasi keanekaragaman hayati areal hutan yang produktif, baik yang berupa rawa-rawa pada tanah datar maupun tanah perbukitan, f) menyiapkan bibit entrys karet untuk masyarakat sekitar, g) Menciptakan sebuah arboretum/ museum lingkungan hidup yang berfungsi sebagai tempat praktek lapangan, penelitian dan lapangan kerja baru bagi para pecinta dan pemerhati lingkungan, h) melakukan penangkaran fauna langka jenis landak.
Bagi Pastor Samuel dirinya tidak pernah berharap mendapat penghargaan Kalpataru, yang terpenting baginya adalah melakukan tindakan kongkrit untuk menyelamatkan bumi. Namun demikian, ia merespon baik bila ada pihak yang menghargai usaha yang dilakukan.
Kini beliau bertugas sebagai pastor kelapa Paroki Santo Fransiskus Asisi, Tebet, Keuskupan Agung Jakarta setelah di dipercaya oleh ordonya sebagai pimpinan Provinsial wilayah Kalimantan Barat selama tiga periode. Meneruskan usaha yang sudah dirintis di Rumah Pelangi, kini dipercayakan kepada rekannya seordonya.
Rumah Pelangi dan Penghargaan Kalpataru yang diterima bagi pengelolanya sedianya dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Dengan mengunjungi dan menjadikan Rumah Pelangi sebagai tempat untuk memanjakan diri dan menyegarkan otak Anda yang sedang lelah karena rutinitas, akan semakin menambah arti pentingnya kawasan ini untuk senantiasa dijaga. Rumah Pelangi ada karena sikap peduli dan akan tetap ada bila Anda pun turut peduli.
Selamat berlibur dan semoga pikiran Anda ”dihijaukan” karena pilihan tempat yang tepat.
Catatatan;
Naskah ini sebelumnya pernah dikirim ke blog mongabay.com