Suasana tentram yang aku rasakan tiba-tiba saja terhenti ketika aku mendengar suara yang mengagetkanku. Seketika itu pandanganku tertuju pada dua orang muda mudi yang ternyata sepeda yang mereka kendarai bersenggolan. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, karena memang nampaknya kedua belah pihak mengayuh sepeda dengan kontrol yang terukur. Kecurigaanku mungkin mereka sedang memikirkan sesuatu, sehingga pecahlah konsentrasi mereka ketika mengayuh pedal sepeda.
Sepeda oh Sepeda, ya benda mati inilah yang kemudian memberikan banyak pelajaran kepadaku sore itu. Struktur tubuh mereka yang saling mendukung itulah yang menggugah pikiranku untuk mengamatinya. Dua roda yang berputar, pedal yang terletak pada sisi kiri dan kanan, serta setir yang mengarahkan pergerakan.
kerjasama dan sama-sama kerja.
Ada beberapa hikmah yang saya petik dari komponen sepeda itu. Dalam perenungan saya seolah sepeda itu berkata jalanilah hidup berdasarkan apa dan siapa diri kita. Jika kita ditugaskan untuk berperan menjadi roda maka lakukanlah tugas sebagaimana roda yang menggerakan perjalanan. Jangan sekali-sekali memaksakan diri untuk mengambil alih fungsi setir. Begitu juga setir, tidak perlu mengambil posisi pedal karena memang tugas anda adalah sebagai pemegang kendali, penentu arah kebijakan. Bersikap dan berbuatlah sesuai dengan kadar diri kita. Fenomena yang terjadi sekarang kan berbeda, ramai-ramai orang berebut ingin menjadi setir padahal kadar kemampuannya hanya sebatas tutup pentil. Sehingga kekacauanlah yang terjadi. Seperti yang dikatakan Nabi, Apabila suatu pekerjaan diberikan bukan kepada ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya.
Aku, senja di Kampung Inggris.