Saya mempunyai seorang teman, sebut saja namanya Nico. Enam bulan lalu dia berkeluh kesah pada saya. Dia selalu mengeluh bahwa gajinya sebagai karyawan terlalu kecil sehingga tidak cukup untuk mencukupi kehidupannya. Waktu itu gajinya sekitar 2,5 juta perbulan dan dia masih bujangan. Kata lainnya, setiap bulan dia selalu 'tekor' dalam pembukuannya. Pengeluaran bulanannya memerlukan dana sekitar 3 juta rupiah. Lalu untuk mengatasi masalah 'krisis keuangan' nya, dia kemudian berusaha mencari kerja dengan gaji yang lebih tinggi. Tiga bulan lalu, dia datang kepada saya dengan wajah yang sumringah. Ternyata dia mendapatkan pekerjaan baru dengan gaji yang lebih tinggi sekitar 4 juta rupiah. Betapa senang hatinya, dia bahkan sempat mentraktir saya makan steak kesukaannya. Saya juga senang-senang saja, siapa yang tidak senang ditraktir? Dengan penghasilannya sekarang, dia tentu bisa mempunyai surplus sebanyak 1 juta setiap bulannya. Beberapa hari lalu, Nico datang lagi dengan wajah persis seperti enam bulan lalu. Dia kembali mengeluhkan gajinya yang dia rasa kecil. Kog bisa? Bukannya dibanding dulu dia mempunyai surplus 1 juta antara pendapatan dan pengeluaran? Bahkan sekarang dia terlibat hutang dengan menggunakan kartu kredit karena penghasilannya yang 4 juta perbulan tidak cukup lagi untuk membayar tagihan kartu kredit. Dia hanya bisa membayar tagihan minimum kartu kreditnya setiap bulan, sehingga semakin bertambah saja hutang kartu kreditnya plus beban bunga. Begitulah sifat kartu kredit, kelihatan seperti 'teman' yang menolong padahal dibalik itu adalah 'musang' yang siap menerkam kita. Cerita mengenai kartu kredit akan saya ceritakan di lain waktu. Kembali ke kisah si Nico. Cerita punya cerita, ternyata setelah mendapat pekerjaan baru dengan gaji yang lebih tinggi, dia juga menaikkan pengeluaran bulanannya. Merasa mempunyai surplus 1 juta setiap bulannya, dia semakin ‘brutal' membelanjakan uangnya. Ada saja kemauannya, mulai dari mengganti HP ‘jadul'nya dengan HP masa kini BlackBerry (dengan kredit tentunya), makan di restoran mahal, beli laptop (dengan kredit juga) dan segudang keinginan lainnya. Ternyata seiring dengan gaji yang meningkat, keinginannya pun meningkat. Inilah kenyataannya mengapa sulit menjadi orang kaya. Beberapa tahun lalu, saya sempat membaca buku yang sangat heboh pada waktu itu yang berjudul Rich Dad, Poor Dad karangan Robert T. Kiyosaki. Saya sangat antusias membacanya, saya rasa buku ini sangat inspiratif untuk membuat kita terbebas dari kesulitan keuangan sehingga kita bisa mencapai Kebebasan Finansial. Inti dari Robert Kiyosaki sebenarnya sangat sederhana, yaitu Tingkatkan aset, Kurangi liabilitas. Arti sederhananya, kita perlu memperbanyak harta/pendapatan kita dan mengurangi pengeluaran kita. Teori Kiyosaki adalah kita memperbanyak aset yang akan menghasilkan uang lagi untuk kita seperti membeli rumah untuk disewakan, menginvestasikan uang kedalam bisnis yang menguntungkan dan sejenisnya. Teorinya adalah mengusahakan agar uang yang bekerja untuk kita, bukan kita yang bekerja untuk mencari uang. Mungkin kalau menerapkan teori Kiyosaki seperti apa yang dia maksud tidaklah mudah, saya pun setelah begitu lama membaca dan mengerti teori yang ingin disampaikannya masih belum bisa menerapkannya secara benar. Padahal apa yang disampaikannya begitu benar dan masuk dalam logika kita, hanya kita terlalu terbelenggu oleh keinginan-keinginan kita sehingga merasa sulit untuk mengaplikasikannya. Namun kita bisa mulai dengan pola pikir yang sederhana, yaitu perbanyak aset/harta dan mengurangi liabilitas/pengeluaran. Seperti Nico, dengan surplus 1 juta yang dia dapat dari pekerjaan barunya, dia bisa menabung misalnya walaupun menabung di Bank menurut Kiyosaki malah mengurangi nilai uang kita seperti inflasi, nilai uang yang semakin mengecil, beban bunga dan lainnya. Tapi setidak-tidaknya dengan menabung Nico masih mempunyai 1 jutanya setiap bulan dan terus bertambah setiap bulannya. Apalagi bila dia bisa mengurangi liabilitas/pengeluaran bulannya, sehingga bisa menyisihkan gaji bulanannya lebih dari 1 juta untuk ditabungkan ataupun diinvestasikan dengan bisnis kecil-kecilan mungkin.
KEMBALI KE ARTIKEL