Mohon tunggu...
KOMENTAR
Edukasi

Cara Menghadapi Anak Yang Kedapatan Menyalahgunakan Narkoba

3 Maret 2012   07:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:35 976 1
Orang tua mana yang tidak hancur hatinya, jika mengetahui anaknya telah terlibat menyalahgunakan narkoba? Tentu, rasanya kepala ini mau pecah dan dunia mau runtuh. Hilang sudah harapan orang tua terhadap anak. Orang tua seperti mendapat aib besar yang sungguh memalukan dan menghancurkan harkat, maupun martabat keluarga. Reaksi emosional orang tua pun langsung meledak. Ledakan amarah tersebut bercampur aduk dengan perasaan sedih, kecewa, kesal dan malu. Dari banyak kasus yang terjadi, orang tua langsung naik darah dan bertindak kasar terhadap anak, seperti berkata kasar, membentak, memaki, menyumpah maupun memukuli anak. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang shock berat, malu dan jatuh sakit karena ulah anak tersebut.
Ironinya, orang tua baru mengetahui anaknya terlibat penyalahgunaan narkoba setelah terlambat. Atau orang tua ternyata barisan orang yang paling akhir mengetahui keterlibatan penyalahgunaan narkoba anak. Orang tua baru mengetahui anak terlibat narkoba setelah stadium kronis. Akibatnya, anak terlambat ditolong. Anak masuk keperawatan setelah mengalami kerusakan otak permanen. Misalnya, anak telah menderita psikosis, HIV, Hepatitis C, IMS (Inveksi Menular Seksual) dan sebagainya. Akibatnya, program perawatan yang diberikan ke anak menjadi lebih susah dan rumit.

Mengapa orang tua terlambat mengantisipasi penyalahgunaan narkoba pada anak?

Orang tua terlambat mendeteksi penyalahgunaan narkoba oleh anak karena anak begitu pandai menutupi keterlibatannya di mata orang tuanya. Pendek kata, anak tetap ingin menjadi anak yang manis di rumah. Di rumah anak lebih banyak memilih berdiam diri di kamarnya. Ketika anak keluar rumah pun, tanpa menimbulkan kecurigaan yang berarti. Ketika anak meminta uang berlebih, kita cepat percaya dengan berbagai macam alasan anak. Begitu juga, ketika ada barang berharga yang khusus diberikan kepada anak banyak yang hilang, kita cepat percaya ketika dikatakan sedang dipinjam temannya, namun barang tersebut ternyata tak pernah kembali. Hal lain, ketika banyak barang di rumah yang hilang, tak seorang pun berani menuduh anak.
Hal lain, orang tua tak mudah percaya kalau anaknya dikatakan telah menyalahgunakan narkoba. Orang tua berusaha menghindari realita dan tuntutan untuk bertindak pada anaknya. Orang tua tak yakin, tak rela dan berusaha keras melakukan penyangkalan (menampik) anak terlibat penyalahgunaan narkoba. Nah, jikalau ada kecurigaan, itu pun tak penuh. Orang tua enggan melakukan konfrontasi dengan anak. Orang tua takut jika tuduhan itu tak benar dapat melukai perasaan anak. Orang tua hanya sekedar mencari bukti narkoba di kamar anak, di saat anak tidak ada di rumah.
Padahal, penyangkalan ini merupakan suatu sikap yang paling berbahaya. Penyangkalan ini dapat berakibat menjadi pembunuh anak. Orang tua jadi terlambat bertindak, karena anak yang sudah kecanduan hanya butuh waktu beberapa saat untuk overdosis, terinveksi HIV, Hepatitis C dan sebagainya. Salah mengambil keputusan menyebabkan penyesalan seumur hidup.
Rasa malu orang tua atau keluarga pada umumnya menjadi penghambat nomor satu untuk mengantisipasi dengan benar terhadap anak yang kedapatan menyalahgunakan narkoba. Orang tua atau keluarga memandang, jika salah satu anggota keluarga ada yang terlibat penyalahgunaan narkoba dianggap merupakan suatu aib besar yang harus ditutupi rapat-rapat atau harus disembunyikan. Rasa malu dan rasa bersalah mendorong orang tua untuk berusaha menangani dengan cara keras sendiri. Di satu sisi dengan kemarahan, namun di sisi lain dengan sikap protektif penuh. Orang tua jarang membawa anak yang terlibat kemana pun ketika pertama sekali menemukan anak bermasalah dengan narkoba. Pada umumnya, kali pertama orang tua berusaha menangani sendiri atau membawa anak ke dokter hanya untuk rawat jalan.
Sikap protektif keluarga yang didorong oleh rasa malu dan rasa bersalah karena merasa telah gagal sebagai orang tua, sebahagian besar telah menyebabkan anak gagal untuk pulih. Orang tua atau keluarga ada yang berusaha keras untuk menangani sendiri kasus kecanduan anak dengan mengisolasi anak di rumah atau mengungsikan anak ke tempat lain. Namun, orang tua lupa kalau pecandu adalah pribadi yang sakit yang selalu menggunakan akal kreatifnya mencari cara meloloskan diri dan menghalalkan berbagai cara untuk mengecoh sekedar mendapatkan narkoba.
Perilaku lain, orang tua terkecoh sikap kompromis anak. Orang tua yakin ketika anak melakukan penyangkalan dirinya bermasalah dengan narkoba. Anak menolak keras, jika dia dikatakan bermasalah dengan narkoba. Anak mengatakan dia mampu berhenti mengonsumsi narkoba karena dia tidak separah pecandu lainnya. Di mana anak berpikir, dirinya tidak bermasalah dengan narkoba dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain dan tak butuh program pemulihan. Namun janji anak itu hanya omong kosong. Sebab, anak seperti berkepribadian ganda. Di satu sisi, dirinya ingin pulih, seperti pribadi dirinya si anak baik sebelum mengenal narkoba. Di sisi lain, pribadi yang tidak ingin pulih, sebagai pecandu. Tapi yang jelas, anak yang sudah menjadi pecandu adalah orang yang sakit, baik secara fisik maupun mental, sehingga tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Keputusannya selalu ambivalen dengan kenyataannya. Tak ubahnya, seperti orang mabuk ocehannya tak dapat dipegang kebenarannya karena dia hanya membual.
Sikap orang tua atau keluarga yang terlalu lemah. Bisa jadi karena anak terlalu dimanja dan orang tua memiliki sikap serba tak tega. Sehingga ketika anak bermasalah dengan narkoba menjadi kewalahan menanganinya di rumah karena anak lebih berani dan lebih galak dibandingkan orang tua. Orang tua sering kali menjadi sulit bertindak di tengah ketakutannya, sehingga selalu mengabulkan segala permintaan si anak untuk mendapatkan narkoba. Bahkan, ada ditemui orang tua sendiri yang mengantarkan anaknya untuk mendapatkan narkoba, karena orang tua tidak ingin anak mendapat kecelakaan di jalan atau kabur dari rumah.
Di samping itu, ada pandangan keliru yang menganggap kecanduan narkoba hanya merupakan masalah fisik belaka, sehingga pemulihannya pun hanya menekankan bersifat pemulihan fisik saja. Anggapan, anak dinyatakan pulih, jika fisiknya bersih, sehingga pemahaman orang tua yang keliru ini mendorong keluarga berusaha memberi perawatan jangka pendek, yaitu pemulihan fisik. Anggapan keliru ini didorong oleh keinginan masalah keterlibatan anak dengan narkoba jangan sampai ada orang lain yang tahu. Orang tua tak ingin orang lain tahu anaknya adalah seorang pecandu. Padahal, proses pemulihan anak dari ketergantungan narkoba meliputi pemulihan fisik, mental, emosional dan spiritual anak. Fisik pecandu dinyatakan bersih narkoba tak membuat seorang pecandu sembuh. Sebab, masih dibutuhkan perubahan kualitas hidup, perubahan sikap, membentuk kemampuan mengatasi masalah, membentuk percaya diri, menentukan teman yang steril narkoba, membentuk kemauan hidup dan tujuan hidup yang jelas untuk menyatakan seseorang itu sudah sembuh.
Apabila kita cermati, ada beberapa gejala yang memberi petunjuk kepada kita, bahwa anak telah terlibat pemakaian narkoba, antara lain:


  • Perubahan tingkah laku anak yang tiba-tiba, serta mudah menaruh curiga terhadap orang lain,  terutama orang yang tidak dikenalnya.
  • Anak mudah marah.
  • Anak suka membangkang terhadap nasihat orang tua maupun gurunya.
  • Anak suka menjual barang-barang berharga miliknya sendiri atau orang lain.
  • Kadang-kadang anak suka mengenakan kaca mata hitam gelap pada saat tidak tepat, untuk menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.
  • Anak jadi suka bersembunyi di kamar mandi atau gudang dalam waktu lama dan berkali-kali.
  • Anak melarang keras orang tuanya memasuki kamarnya.
  • Anak suka bolos.
  • Nilai raport turun drastis.
  • Lebih senang menyendiri.
  • Sering berbohong.
  • Kesehatan menurun dan badan kurus.
  • Cara berpakaian sembaranganan dan tidak terurus serta suka pakai baju lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan atau sayatan pada lengannya.
  • Anak sering didatangi oleh orang yang belum kenal keluarga atau teman-temannya.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun