Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Kembar Identik (Saja) Tidak Mau Diidentikkan

5 April 2015   23:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:30 149 1
Saya paling senang kalau lihat orang kembar. Pernah membayangkan juga apa rasanya punya saudara kembar. Kalau lagi malas kerja tinggal nyuruh saja kembaran saya yang masuk kantor. Enak kan?

Ternyata kembar itu dua macam. Ada yang identik, berasal dari satu indung telur yang dibuahi. Ada yang tidak identik. Dua indung telur yang keduanya dibuahi. Biasanya tipe kedua wajahnya tidak harus mirip. Idola saya, petenis dunia Roger Federer punya anak kembar juga. Empat anaknya. Dua pasang anak kembar. Sepasang perempuan dan sepasang laki-laki. Sungguh karunia yang sangat besar.

Kembar identik dengan kesamaan. Pakaian, tas, sepatu dan lainnya. Konon kabarnya jika satu sakit yang lainnya juga merasakan. Kalau yang ini bisa jadi karena kedekatan mereka sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Teman saya waktu SD ada yang kembar. Waktu main ke rumahnya, saya ajak ngobrol ngalor ngidul kok bengong terus. Ternyata yang diajak ngobrol saudara kembarnya. Malu rasanya waktu itu.

Ada satu hal ternyata yang dirasakan oleh orang kembar. Mungkin tidak semua, tapi ada beberapa yang pernah curhat ke saya. Mereka tidak mau selalu diidentikkan dengan saudara kembarnya. Aneh juga buat saya, tapi itulah kenyataannya. Bisa jadi perasaan itu terkait dengan sifat manusia yang unik. Ingin dihargai sebagai individu. Tidak mau disamakan dan dibanding-bandingkan.

Saya berasal dari keluarga besar. Semuanya delapan bersaudara. Empat lelaki empat perempuan. Lima dari kami bersekolah di SD dan SMP yang sama. Beberapa guru mengenal saya karena kemiripan wajah dengan kakak saya. Terutama yang laki-laki. Tetapi ada satu hal yang saya tidak suka. Guru-guru sering membandingkan saya dengan kakak saya. "Kakaknya kalem ya, kok adiknya nakal sih". So what gitu lho, dalam hati saya.

Itulah kenapa saya memilih SMA yang berbeda, tidak mau satu sekolahan lagi. Memangnya saya harus sama pinternya, atau sama pendiamnya. Saya adalah saya. Punya sifat sendiri, kemauan dan keunikan sendiri. Saya beberapa kali menasihati istri. Kalau dia keceplosan membandingkan anak saya yang sulung dengan adiknya. Tak ada yang patut dibandingkan, karena keduanya punya kesukaan masing-masing. Punya sifat dan kebiasaan yang berbeda.

Saya rasa jika anak-anak saja tidak mau dibandingkan, begitu juga dengan pemimpin. Gaya mereka tidak bisa dibandingkan. Apalagi wilayah dan cakupan kekuasaan mereka berbeda. Contohnya Bu Risma di Surabaya dan Pak Ridwan Kamil di Bandung. Udara yang panas dan karakter orang Surabaya beda dengan orang Bandung. Pak Ridwan Kamil memimpin Bandung dengan caranya sendiri. Tak bisa dibandingkan walau keduanya sarat prestasi.

Pak Karno dan Pak Harto. Mereka memimpin dengan gaya yang berbeda. Situasi dan kondisi negara yang berbeda. Pantaskah kita bandingkan keduanya? Siapapun pemimpin kita, hargailah usahanya. Memimpin itu tidak mudah apalagi jadi pemimpin masyarakat. Membandingkan antar mereka hanyalah sia-sia.

Mari sebarkan energi positif. Saling memberi motivasi, bukan saling benci. Mari sebarkan kasih sayang, bukan biasakan tuliskan kata yang bikin hati gersang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun