Surabaya(31/12) - Alunan gamelan menyambut para penonton diruang pentas yang sederhana berkapasitas 100 orang. Atap tanpa plafon, suara sound samar-samar mengiringi tarian pembuka pementasan Ludruk Irama Budaya (ILB) sebuah kesenian tradisional terletak di kampung seni jl. Kusuma Bangsa, Surabaya merupakan kelompok ludruk tertua di jawa timur.
“Awalnya kesenian ludruk salah satu media masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, sindiran dan kritikan untuk pemerintah dengan peristiwa yang terjadi. Pada saat masa orde baru ludruk pernah dibungkam karena kritikan sosial pada pemerintah.” Jelas cak Lupus.
Seniman Ludruk Irama Budaya saat ini terdiri dari 60 orang, diantaranya waria untuk memerankan tokoh wanita “dulu kita kesulitan mencari perempuan yang bersedia pentas, maka kita merangkul waria”. Tambah cak Lupus.
Alur pertunjukan ludruk pertama ngremo(tarian pembuka), Bedayan, Lawak, terkhir inti cerita yng disampaikan. Pementasan kali ini (30/12) mengangkat lakon Babat Suroboyo, cerita munculnya nama-nama daerah di Surabaya seperti: Wonokromo, Wonocolo, Kitri, dll. “Sebuah sayembara membabat hutan Kitri untuk merebutkan putri Tumenggung yang diikuti dua pemuda dari Sumenep dan Kediri”. Kata pak Sutris, sutradara pada lakon babat suroboyo.
Setiap hari mereka tetap pentas meskipun penonton sedikit minimal 20 orang, mereka merasa berkewajiban tetap menjaga tradisi khas Surabaya. Kesenian yang seharusnya menjadi kebanggan bangsa Indonesia tetapi generasi muda yang tidak melirik sama sekali.