Mungkin ada yang masih ingat ketika itu, zaman pak Harto, Kapolda tidak hanya dijabat Jenderal bintang dua, bintang satu, bahkan bisa juga dijabat seorang Kolonel Polisi (setara Komisaris Besar), seperti pernah terjadi di Riau, Kalimantan Timur dll.
Setelah reformasi 1998, POLRI berpisah dengan TNI (AD, AL dan AU),. tentu penyusunan organisasi POLRI tidak bergantung pada Panglima ABRI lagi. Reorganisasi POLRI ternyata termasuk drastis. Jabatan Kapolda dijabat Jenderal Polisi  bintang dua atau satu, Kapolres di wilayah tertentu dijabat seorang Komisaris Besar atau Kombes (setara Kolonel), padahal jabatan teritorial  setara di TNI  Angkatan Darat masih dijabat tentara berpangkat Letnan Kolonel. Belum lagi tidak semua provinsi punya Kodam, sebagian satuan teritorial di provinsi tertentu hanya berstatus Komando Resor Militer (Korem), yang dijabat seorang Kolonel.
Pos Jenderal di lingkungan POLRI juga bertambah banyak baik di dalam struktur POLRI maupun di luar struktur POLRI, misalnya posisi untuk Jenderal bintang tiga, seperti Wakapolri, Kabareskrim, Kabaintelkam, Kabaharkam, Kalemdiklat, Irwasum, Kepala BNN, Kepala BNPT, Sekretaris Lemhanas, bahkan untuk Kepala BIN bisa juga dijabat Jenderal Polisi bintang empat aktif maupun purnawirawan. Pejabat Kepala BIN sebelumnya biasanya Jenderal TNI bintang tiga aktif atau purnawirawan.
BNN daerah/provinsi juga dijabat seorang Brigjen Polisi.
Dilihat dari sisi kesetaraan pangkat di wilayah, terjadi ketidaksetaraan, misalnya Kapolres wilayah tertentu berpangkat Kombes, sedangkan Komandan Distrik Militer (Dandim) berpangkat Letnan Kolonel. Demikian pula di satu provinsi yang Kapoldanya Brigjen Polisi, Danremnya berpangkat Kolonel.
Secara bertahap pangkat Komandan Korem tertentu mulai dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal seperti di Riau, Yogyakarta dan beberapa provinsi lain. Berita terakhir ada tambahan 21 Korem yang akan dipimpin Brigadir Jenderal, termasuk Korem 061 Suryakancana Bogor.
Mungkin juga untuk kota-kota yang Kapolresnya berpangkat Komisaris Besar, Komandan Kodimnya akan ditingkatkan, dipimpin seorang Kolonel.
Sedangkan untuk jabatan Jenderal/Laksamana/Marsekal bintang tiga ditambah organisasi baru Kogabwilhan, mungkin mau menghidupkan kembali organisasi Kowilhan zaman Presiden Suharto, yang belakangan dihapus.
Walaupun terkesan Jenderal Polisi dan Jenderal/Laksamana/Marsekal TNI jumlahnya terlalu banyak, terserah Pemerintah saja jika anggaran keuangannya tidak memberatkan negara. Hanya saja jangan sampai terjadi lagi "dwi fungsi POLRI-TNI", dimana para perwira TNI dan POLRI bisa menjabat jabatan sipil, sekalipun para perwira tersebut pensiun dulu dari dinas aktif atau alih status dari pangkat militer atau polisi menjadi pangkat PNS yang setara.
Bukan apa-apa langsung tak langsung akan mengganggu pembinaan karir PNS.