Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Artikel Utama

Belajar Menghargai Martabat Presiden RI

18 April 2015   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:58 599 16
Pada acara Indonesia Lawyer Club 14 April 2015, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah ketika ditanya Karni Ilyas, apakah Jokowi diundang ke kongres PDIP sebagai Presiden RI atau sebagai kader Partai? Sebuah pertanyaan sulit bagi Ahmad Basarah. Jika dijawab sebagai presiden, mungkin akan ada pertanyaan susulan kenapa Presiden Jokowi tidak diberi kesempatan berpidato, bukankah ia presiden sekaligus kepala negara?

Ahmad Basarah saat itu menjawab tegas bahwa Jokowi diundang dalam kapasitas sebagai kader PDIP, makanya beliau memakai jaket merah PDIP dan tidak ada jadwal sambutan dari Presiden RI, hal yang tak lazim terjadi pada acara yang dihadiri Presiden Republik Indonesia lalu beliau hanya duduk diam saja. Mungkin karena saat itu dianggap bukan Presiden?

Soal kapasitas seseorang sebagai apa atau dalam kedudukan apa, jika menyangkut orang biasa mungkin tak jadi soal benar, misalnya Refly Harun saat ini selain menjabat sebagai staf ahli di Kementerian Sekretariat Negara, ia juga menjabat sebagai Komisaris PT Jasa Marga. Pada saat hadir di acara RUPS PT Jasa Marga, mudah ditebak saat itu Refly Harun hadir dalam kapasitas sebagai Komisaris PT Jasa Marga.

Ketika beberapa anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) berkunjung ke rumah Ketua Umum PDIP di Jalan Teuku Umar - Jakarta Pusat, Suharso Monoarfa, salah seorang anggota Wantimpres menjelaskan kepada wartawan "Kami bertemu Megawati dalam kapasitasnya sebagai mantan presiden".

Dua contoh di atas masih mudah dicerna ketika seorang Refly Harun dipilah sebagai staf ahli Mensesneg atau sebagai komisaris perusahaan. Demikian pula mudah saja Suharso Monoarfa memilah kapasitas Megawati ketika dikunjungi beberapa anggota Wantimpres kapasitasnya adalah mantan presiden.

Akan tetapi ketika seseorang yang dianggap punya beberapa kapasitas itu seorang Presiden Republik Indonesia, maka akan banyak pihak yang mempersoalkan. Jabatan Presiden beserta segala protokoler dan martabatnya melekat pada Jokowi selama 24 jam. Janggal benar ketika ia hadir di satu acara harus menanggalkan jabatannya sebagai presiden, padahal ia tetap mendapat pengawalan dari Paspampres sesuai peraturan yang berlaku, apalagi pada saat yang sama hadir pula Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kapasitas sebagai wakil presiden.

Pemilahan kapasitas seseorang untuk orang-orang biasa bahkan mantan pejabat tinggi sekalipun tak banyak dipersoalkan, akan tetapi jika menyangkut seseorang yang kebetulan masih menjabat Presiden, selayaknya tetap diperlakukan sebagai Presiden. Jika ia hadir beberapa jam sambil menanggalkan statusnya sebagai presiden sekaligus kepala negara, bisa menimbulkan persoalan ketatanegaraan, misalnya selama beberapa jam wakil presiden harus menjabat sebagai presiden karena presiden dalam kapasitas sebagai kader partaiĀ  selama beberapa jam menghadiri acara di partai politik yang mendukungnya.

Kasus pemilahan kapasitas seorang presiden yang sedang menjabat mudah-mudahan tidak terjadi lagi, kita semua harus belajar menghormati lembaga kepresidenan, menempatkan presiden pilihan rakyat tak bisa diundang hanya sebagai kader partai politik semata-mata, karena jabatan presiden dan statusĀ  kepala negara, orang nomor satu di Republik Indonesia melekat 24 jam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun