Bagaimana mungkin seseorang yang sedang menjabat sebuah jabatan publik seperti kepala daerah dan anggota parlemen menjadi calon Kepala Daerah Jakarta? Ternyata sejauh ini tak ada peraturan yang tegas-tegas mengharuskan seorang calon yang sedang menyandang jabatan Kepala Daerah, anggota DPR/MPR atau jabatan publik lainnya mengundurkan diri dulu sebelum mendaftar sebagai Kepala Daerah di daerahnya atau daerah lain. Paling-paling mereka hanya diminta cuti untuk sementara waktu dan pelaksanaan tugasnya sehari-hari dilimpahkan kepada wakilnya.
Tentu saja ketiga calon Gubernur DKI Jakarta tersebut berani nyalon, tak ada beban, soalnya ketika mereka kalah dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, mereka dapat kembali ke jabatannya semula, Alex kembali menjadi Gubernur Sumatera Selatan, Jokowi kembali jadi Walikota Surakarta, Hidaya Nur Wahid tak kehilangan pekerjaan sebagai anggota DPR.
Pemerintah bersama DPR harus segera membuat Undang-Undang baru atau merevisi Undang Undang yang ada untuk mengatur persyaratan calon bupati/walikota/gubernur yang berasal dari bupati/walikota/gubernur atau anggota DPR atau MPR atau DPD, mereka seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya sebelum mencalonkan diri menjadi bupati/walikota/gubernur di daerahnya atau di daerah lain. Dengan demikian nantinya tak sembarangan pejabat di suatu daerah atau seorang anggota DPR, MPR atau DPD mencalonkan diri memperebutkan jabatan kepala daerah didaerah lain tanpa risiko kehilangan jabatan yang sedang disandangnya. Calon yang maju adalah calon yang benar-benar serius dan berani ambil risiko, sekalipun jabatannya sebagai gubernur, walikota, bupati akan lepas atau keanggotaannya di DPR, MPR atau DPD akan lepas bila tidak terpilih.
Bagi Alex Nurdin, Jokowi dan Hidayat Nurwahid kalah dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tak masalah, nothing to lose. Jabatan lama masih menanti sang pecundang bila ternyata kalah bertarung. Oh bahagianya!