Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Menteri Dalam Negeri dan Menko Polhukam Butuh Koordinasi

27 November 2014   06:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:44 556 6
Koordinasi bukan hal sulit sekaligus bukan hal mudah dilakukan, jadi bagaimana? Yang jelas koordinasi yang tidak baik akan ketahuan dari hasil sebuah pekerjaan atau bagi pejabat tinggi selevel Menteri akan terlihat dari kualitas pernyataannya. Menteri Dalam Negeri dan Menko Polhukam baru-baru ini menunjukkan kualitas pernyataannya menunjukkan kekurangan mereka berkoordinasi dengan bawahan atau pejabat terkait dengan pekerjaan kedua Menteri tersebut.

Di Kompasiana satu-dua minggu lalu ramai opini yang menyalahkan Pemerintahan SBY, terutama mantan  Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sebabnya karena server e-KTP yang memuat data maha penting bagi Republik Indonesia dikatakan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berada di luar negeri, di India.

Pernyataan Menteri Dalam Negeri ini ternyata dibantah oleh Dirjen Dukcapil, bawahannya di Kementerian Dalam Negeri, yang menyatakan server e-KTP ada di dalam negeri, terletak di tiga lokasi berbeda, yakni di kantor pusat Kemendagri di Jalan Merdeka Utara (Jakarta Pusat), kantor Dinas Dukcapil DKI Jakarta di Jalan TMP Kalibata (Jakarta Selatan), dan server cadangan yang terletak di Batam. Keberadaan satu server di Batam menunjukkan kehati-hatian tim IT yang mengelola e-KTP sebagai tindakan berjaga-jaga bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan dua server di Jakarta. misalnya server rusak karena bencana alam.

Satu hari terakhir ramai lagi di media, kali ini Menko Polhukam yang jadi berita. Menko Polhukam menganjurkan pihak Kepolisian tidak memberi izin Musyawarah Nasional Partai Golkar di Nusa Dua Bali, dengan alasan dikhawatirkan akan timbul keributan antara kubu pro Abu Rizal Bakri dengan kubu penentang Abu Rizal Bakri. Menurut Menko Polhukam bila terjadi keributan di Bali, akan merugikan pariwisata Bali, apalagi pada tanggal 30 November 2014  itu puncak musim liburan. Ketidaksetujuan Menko Polkam juga karena ia memantau kemarin terjadi perkelahian fisik antara anak buah Ketua DPP Golkar Yoris Raweyai dengan kubu yang tidak disetujui Yoris.

Ternyata pihak Golkar yang menugaskan Fadel Muhammad telah menghubungi langsung Gubernur Bali dan Kapolda Bali dan mendapat izin untuk menyelenggarakan Munas di Nusa Dua Bali. Gubernur Bali Made Mangku Pastika di TVOne malam ini menyatakan bahwa Bali saat ini aman, kawasan Nusa Dua yang menjadi tempat Munas Golkar mudah dijaga keamanannya. TNI dan Polisi di Bali siap mengamankan, bahkan kegiatan Munas Golkar dianggap kecil, karena Bali sudah sering menjadi tuan rumah kegiatan-kegiatan internasional. Lebih lanjut Gubernur Bali membantah bahwa tanggal 30 November 2014 itu puncak liburan, masih jauh puncak liburan di Bali itu sekitar tanggal 20an Desember 2014, ujar Made Mangku Pastika melalui tele-conference di TVOne.

Kualitas pernyataan Menteri Dalam Negeri dan Menko Polhukam memperlihatkan adanya kurang koordinasi antara Mendagri dan Menko Polkam dengan pejabat bawahannya maupun dengan instansi lain yang erat kaitannya dengan pernyataan mereka.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo harus memperbaiki koordinasi dirinya dengan para Dirjen dan pejabat teras Kemendagri lainnya. Juga dengan instansi lain yang terlibat aktivitas e-KTP seperti Lembaga Sandi Negara, BPPT dan ITB, yang  seharusnya ia ketahui sebagai Menteri Dalam Negeri. Bila ternyata server tidak benar disimpan di luar negeri seperti pernah dinyatakannya ke pers, Tjahjo Kumolo sebaiknya meralat ucapannya itu. Sejauh ini tidak ada pernyataan ralat dari Tjahjo Kumolo, juga tak ada pernyataan Mendagri membantah pernyataan bawahannya bahwa server sebenarnya ada di dalam negeri. Ambil sikap pak Menteri!

Menko Polhukam juga harus memperbaiki kualitas data yang dinyatakannya.  Gubernur Bali bersama Kapolda Bali langsung tak langsung membantah salah satu alasan ketidaksetujuan Menko Polhukam atas akan diselenggarakannya Munas Golkar di Bali, yaitu masalah jaminan keamanan dan puncak musim libur. "Anjuran" tak memberi izin ketika ditolak pejabat berwenang setempat, yang  stratanya lebih rendah, tentu dampaknya kurang baik bagi kewibawaan Pemerintah Pusat.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menko Polhukam Tedjo Edhi bagaimanapun Menteri-Menteri bidang politik dalam Kabinet Jokowi-JK, tak mungkin lepas sama sekali dari politik, namun tak elok juga terlalu jelas memperlihatkan ketidakberpihakan pada pihak yang dianggap tak sejalan, baik terhadap kebijakan Menteri dalam pemerintahan terdahulu, maupun terhadap kelompok politik yang dianggap lawan Pemerintah yang sekarang berkuasa. Apalagi bila pernyataannya ternyata salah dan dibantah oleh pejabat  bawahannya yang lebih kompeten. Tak bertanya dulu ya?

Kedua Menteri harus memperbaiki kualitas kerja politiknya.  Tjahjo adalah politisi sangat matang dan Tedjo Edhi adalah mantan pejabat tinggi militer di Pemerintahan SBY, berpangkat Laksamana, keduanya matang berorganisasi dan terbiasa berkoordinasi dengan orang lain. Gunakan modal intelektual sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, pak Menteri sekarang bukan petugas partai lagi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun