“Kami tidak akan bergabung dengan dua negara tersebut (AS dan Australia). Menurut analisis kami yang sudah disinergikan dengan pertahanan keamanan Indonesia, Indonesia negara yang aman,” ujar Witschel usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (12/1). Demikian pernyataan Duta Besar Jerman untuk Indonesia yang disiarkan CNN Indonesia, Senin 12/1/2015.
Pada 3 Januari 2015 lalu Amerika memang mengumumkan Travel Warning bagi warganya agar menghindari bepergian ke Indonesia, khususnya kota Surabaya. Sedangkan Australia pada 6 Januari 2015 mengumumkan Travel Advice bagi warganya agar berhati-hati bepergian ke Indonesia, termasuk Bali karena adanya ancaman besar serangan teroris di kota-kota besar, juga di Sulawesi tengah, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, heran dengan terbitnya Travel Warning dan Travel Advice dari Amerika Serikat dan Australia, ia merasa Indonesia aman-aman saja, kendati hak Amerika Serikat dan Australia untuk mengingatkan warganya yang bepergian ke Indonesia.
Beruntung ada juga negara barat yang memandang Indonesia sebuah negara aman, Duta Besar Jerman, Witschel, seolah bersaksi meminta wisatawan asing untuk tak ragu mengunjungi Indonesia, ia menyatakan sudah berkeliling Indonesia dan semuanya aman.
Kontribusi Membikin Kemananan Indonesia Kondusif
Australia sangat jelas memperkirakan terorisme akan meningkat di kota-kota besar dan di sejumlah provinsi. Amerika mungkin melihat akan diselenggarakannya demo besar-besaran di Surabaya sebagai ancaman, maka memperingatkan warganya menjauhi Surabaya.
Sebagai warga negara yang tinggal di Jabodetabek sejauh ini saya merasa aman-aman saja, gangguan teroris seperti penghangat berita saja, sekalipun aparat keamanan tentu tidak boleh lengah mencegah terjadinya terorisme. Saya kurang menghayati kondisi keamanan di sejumlah provinsi di timur Indonesia yang disebut Australia, apa benar gawat? Hanya berharap mudah-mudahan kunjungan turis dan pebisnis ke Indonesia tidak surut, walaupun saya tak ada kaitan finansial sedikitpun dengan kehadiran mereka di Indonesia, sebagai warga negara tentu saya tak ingin turis dan pebisnis lari dari Indonesia gara-gara isu terorisme.
Dibalik keheranan dengan warning dan advice Amerika dan Australia kepada warganya untuk bepergian di Indonesia, saya juga kagum dengan ketajaman intelejen atau intuisi dua negara itu, mengingat teror terhadapa Charlie Hebdo baru terjadi pada 7 Januari 2015, sedangkan warning dan advice dikeluarkan masing-masing 3 Januari dan 6 Januari 2015. Tapi bisa jadi kejadian teror di Paris itu benar-benar tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan keputusan Travel Warning dan Travel Advice Amerika dan Australia.
Apa yang bisa kita bantu untuk Indonesia, untuk meyakinkan pihak asing bahwa Indonesia aman? Kompasiana yang namanya tak bisa lepas dari nama besar Kompas kemungkinan bisa memberi andil meningkatkan keamanan Indonesia makin kondusif. Misalnya pada kecelakaan Air Asia bila banyak Kompasianer mengaitkan kecelakaan dengan terorisme tentu akan mendebarkan pembaca artikel, terlepas berkualitas atau kurang berkualitasnya artikel tersebut. Contoh lagi setelah kejadian penyerangan Charlie Hebdo di Paris, seandainya banyak diantara Kompasianer yakin Islamlah yang berada dibalik terorisme, sedikit banyak akan menggoyahkan keyakinan pembaca bahwa Indonesia aman, belum lagi timbul debat kusir berkepanjangan antara yang menuduh dan yang merasa tersinggung tuduhan terlalu menjeneralisir situasi.
Mungkin kitapun dapat membantu meningkatkan keamanan Indonesia, bila kita sebagai warganya yakin Indonesia aman. Akan tetapi bila ada diantara Kompasianer benar-benar pakar di bidang hankam khususnya dalam menganalisis terorisme dan didukung data yang kuat, tentu kita sambut baik analisisnya.