[caption id="attachment_166452" align="alignnone" width="500" caption="Mesut Ozil, talenta baru di Piala Dunia 2010. (Foto: SkySports)"][/caption]
Majalah FourFourTwo (FFT) yang berbasis di Inggris, bulan ini menurunkan edisi khusus Piala Dunia. Salah seorang kolumnis tetap di FFT, Jonathan Wilson, menyambut ajang tertinggi sepakbola ini dengan sebuah evaluasi dan pengharapannya mengenai individualisme dalam sepakbola. Wilson ingin agar Piala Dunia kali ini lebih bernuansa individualisme. Artinya, ada individu-individu yang menonjol, seperti halnya Pele (Swedia 1958), Maradona (Meksiko 1986) dan Ronaldo (Korea/Jepang 2002) di masa lampau. Piala Dunia edisi sebelumnya, yang dimenangi Italia, adalah preseden kala taktik bisa memangkas skill individu. Sang juara bisa mencetak gol tanpa salah satu pemainnya mengantongi lebih dari 3 gol. Maka, Wilson berharap bahwa Piala Dunia 2010 kali ini adalah ajang untuk talenta-talenta individu. Harapannya, beberapa pemucuk piramida popularitas sepakbola saat ini berlaga di Afrika Selatan. Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Kaka, Wayne Rooney dan David Villa. Lalu, apa yang bisa disimpulkan pasca 4 grup, atau separuh dari tim yang berlaga selesaikan laga perdana? Preseden yang muncul adalah Piala Dunia kali ini akan kembali memenangkan taktik dan determinasi. Kunci sukses yang sama dibesut oleh taktisi Internazionale Milan, Jose Mourinho kala tahun ini menyapu gelar bergengsi yang mungkin didapat. Sukses Jose raih treble tentu menjadi acuan, bahwa Internazionale adalah tim tanpa individu yang sangat menonjol. Lalu lihatlah bagaimana Lionel Messi, yang meski bermain cemerlang, tak bisa mendobrak barikade yang dibentengi kiper Nigeria di laga perdana Argentina. Wayne Rooney juga tak kuasa berbuat banyak untuk menutup aib Robert Green. Sebagian besar partai yang usai dipanggungkan di 4 grup tak menunjukkan satu individu yang paling menonjol. 13 gol yang tercipta sampai Ahad (13/6) dicetak oleh 13 orang yang berbeda. Skor di 6 dari 8 pertandingan bermargin amat ketat, dan tebak siapa yang paling menuai hasil menawan? Adalah Jerman yang mendulang skor meyakinkan kala melibas Australia 4 gol tanpa balas dalam laga Grup D. Jerman adalah tim yang sangat menghamba taktik dan determinasi, seraya memangkas keunggulan individu. Tatkala Michael Ballack dipastikan absen usai diganjal Kevin Prince Boateng dalam final Piala FA, media dan publik sulit mencari pegangan mengenai ikon Der Panzer untuk Piala Dunia kali ini. Joachim Loew tunjuk Phillip Lahm, bek sayap FC Bayern, sebagai kapten menggantikan Ballack. Namun harapan untuk muncul individu menonjol dari Der Panzer sungguh membingungkan. Jerman edisi kali ini dipenuhi dengan talenta baru, pasukan muda yang sukses menjuarai Piala Eropa U-21 setahun lalu. Thomas Mueller, Mesut Ozil dan Holger Badstueber adalah nama yang dicampur oleh Loew ke ikon lama macam Lukas Podolski atau Miroslav Klose. Namun pertanyaannya masih sama? Siapa individu yang akan ditonjolkan, sepeninggal Ballack? Loew hanya memanggil Sami Khedira sebagai pengganti sang kapten. Ketika tulisan ini dibaca, tentu Anda sudah paham hasilnya. 4 gol Jerman dicetak oleh 4 anggota tim, dengan peran sentral dipegang oleh dua penyerang muda mereka, Ozil dan Mueller. Jerman, tim yang tak pernah memberi ruang individualisme, menjadi tim pertama yang sukses memenuhi ekspektasi penikmat bola akan kualitas Piala Dunia. Lionel Messi, yang diberi ruang individu oleh Diego Maradona, tak mampu berbuat banyak menghadapi benteng Nigeria, kala rekan setimnya tak mampu mendukungnya secara maksimal. Wayne Rooney, yang dipuji pengamat bermain di masa puncak, bahkan tak bisa memenangi duel melawan bek Amerika Serikat. Yang jadi pemenang lain justru Korea Selatan, buah kolektivitas yang dulu ditanam Guus Hiddink semenjak 8 tahun silam. Tim-tim lain, sonder taktik dan determinasi - kunci sepakbola Bauhaus - berpeluh keringat coba menuai hasil. Beberapa berhasil dengan marjin sangat tipis, lebih banyak yang tak memenuhi ekspektasi, dan beberapa harus tertunduk lesu. Harapan individualisme, bagaimanapun, masih diperam dan asa diapungkan sembari menunggi separuh tim lagi berlaga. Namun Belanda masih meresiko dengan kehilangan ikon individualismenya, Arjen Robben, yang kondisi fisiknya meragukan. Italia kali ini datang tanpa fantasista laiknya Roberto Baggio atau Francesco Totti. Brasil di bawah Dunga bermain sebagai unit. Dan tim gabungan talenta terhebat, Spanyol, juga lebih bermain dengan taktik untuk menyatukan ego para pemainnya. Merujuk ke harapan Jonathan Wilson dari FourFourTwo, rasanya Piala Dunia kali ini (masih) akan dimenangi oleh taktik sekali lagi.
KEMBALI KE ARTIKEL